Sumber foto: alif.id

Sejumlah ulama dan tokoh Islam Indonesia pada sekitar awal abad ke-20 banyak yang belajar ke tanah haram, Mekkah dan Madinah. Sebelumnya, deretan ulama Indonesia yang pernah belajar di sana ada Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Nawawi al Bantani, KH. Hasyim Asy’ari, Syaikh Khatib dan lain sebaginya.

Salah satu faktor banyaknya ulama dan pelajar Nusantara di Mekkah pada awal abad ke-20 adalah bagusnya kondisi perekonomian di Hindia Belanda. Nilai tukar mata uang Hindia saat itu lebih besar, atau setidaknya sama, dengan mata uang pemerintahan yang menguasai Mekkah (Turki-Ottoman hingga tahun 1916), lalu Kerajaan Hijaz Hasyimiyyah (1916-1925), untuk kemudian Kerajaan Nejd Saudi Arabia (sejak Desember 1925).

Pada Januari 1941. Sejumlah muslim Indonesia mengirimkan uang kepada sanak saudara dan kerabatnya yang berada di Mekkah al Mukarramah. Dilansur dari alif.id, ditemukan lis atau daftar pengirim dan penerima uang dari Indonesia, yang saat itu mesih bernama Hindia Belanda, ke Mekkah via jasa pengiriman uang yang dikelola oleh Pengoeroes Besar Nahdlatoel Oelama (Sekarang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU).

Dalam lis atau daftar nomor 15, terlihat nama pengirim atas nama Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang yang mengirimkan uang sejumlah f220 kepada KH. Abdul Muhaimin putra KH. Abdul Aziz Lasem. Kiai Muhaimin ini merupakan menantu beliau, yaitu suami Nyai Khoiriyyah Hasyim, pengajar di Masjidil Haram dan rektor Madrasah Dar al Ulum al-Diniyyah Mekkah saat itu. Sepeninggal Kiai Muhaimin, Nyai Khoiriyah menikah lagi dengan KH. Ma’shum Aly Maskumambang Gresik, seorang ahli ilmu falak dan gramatika Arab. Keduanya membesarkan Pesantren Seblak Jombang.

Dalam daftar tersebut, ada 17 orang yang mengirimkan uang kepada sanak saudara dan kerabatnya di Mekkah melalui jasa pengiriman uang PBNU. Total uang yang dikirimkan, yaitu f 1950. Selain Kiai Hasyim, ada juga tiga kiai Pesantren Sidogiri, yaitu Kiai Abdul Jalil, KH. Abdul Adhim, dan KH. Abdul Mu’in yang mengirimkan uang kepada keluarga di Mekkah.

Majalah Tebuireng

Tradisi berkirim uang kepada sanak saudara yang sedang belajar di Tanah Haram lazim dilakukan sejak dulu, karena Nusantara menjadi salah satu daerah yang banyak menyumbangkan para pelajar di sana, banyak di antaranya yang bahkan menetap dan menjadi ulama besar di sana, sebagian lagi pulang menyebarkan Islam.

Tradisi ini juga dilakukan Syaikh Mahfuzh at Tarmasi, salah satu ulama besar asal Tremas, Jawa Timur, yang mengajar di Mekkah dan mengarang banyak kitab rujukan dalam bahasa Arab.  Di antara isi surat-surat yang dikirim antara tahun 1910 hingga 1918 itu, Syaikh Mahfuzh mengabarkan kepada mertua beliau, yaitu Kiai Abdullah Semanten Demak Jawa Tengah, bahwa uang kiriman dari sang mertua telah diterima.


Sumber:

https://alif.id/read/ahmad-ginanjar/mbah-hasyim-kirim-uang-kepada-menantunya-di-mekkah-b210597p/