KH Hasan Abdullah Sahal saat menyampaikan materi kepada peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng tentang Nilai Pesantren ke-4, Selasa (05/09/17). (Foto: Masnun)

Tebuireng.online- KH Hasan Abdullah Sahal, salah satu pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, menyampaikan kepada peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng tentang Nilai Pesantren ke-4 yakni Tanggung Jawab, pada Selasa (05/09/17).  Dalam kesempatan itu, putra Kiai Ahmad Sahal menjelaskan bahwa manusia adalah mahluk yang sempurna. Manusia diberi akal, sedangkan binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak mempunyai akal.

“Rumput tidak punya akal. Trembesi, Asem tidak punya akal. Seharusnya kalau Asem itu punya akal, tidak mungkin orang bertabrakan dengan Asem,” paparnya.

“Ikan Lele, Bandeng tidak punya akal. Andai punya akal orang mancing tidak akan pernah dapat,” lanjut beliau.

Kiai Hasan Abdullah juga menyampaikan bahwa celakanya yang terjadi adalah akalnya melenceng, kebablasan, dan meninggalkan hidayah. Kemanusiaan tidak begitu laku. Kebinatangan malah lebih laku. Jadi orang kalau terlalu mengikuti syariah mengikuti hukum, tidak punya tempat. Justru kalau meninggalkan hukum, punya tempat.

Menurut beliau juga, mencari orang yang tanggung jawab di zaman sekarang sudah sulit. Kebinatangan laris mendatangkan uang, tapi kemanusiaan mulai bangkrut. “Kalau kita tidak bertanggung jawab, siapa lagi?” ujar kiai Hasan.

Majalah Tebuireng

Selain itu, Ia mengungkapkan bahwa kesehatan, kekayaan, kepintaran, dan umur hanyalah sebentar. Manusia akan menjadi loyo, pikun, dan lupa semua. “Ditanya namanya siapa? Jawabnya, ‘Besok lusa’. Karena pintar hanya sebentar. Tidak lama. Setiap detik, setiap menit, setiap waktu dipertanyakan. Bumi akan laporan ke atas apa yang kau buat,” ungkap alumni Universitas Al-Azhar Mesir itu.

Kiai Hasan berpesan, “Pidato, training, seminar, diskusi, dan penelitian tidak cukup menyelesaikan masalah. Tapi saya tahu menurunkan orang pidato juga tidak menyelesaikan masalah. Membubarkan seminar tidak menyelesaikan masalah,”

“Yang menyelesaikan masalah adalah bagaimana kita membina diri kita masing-masing. Semua mengaktifkan hati, pikiran, otaknya, indranya, lidahnya. Bagaimana membina kebersaamaan, ke-Indonesiaan, ke-Islaman, dan kemasyarakatan. Itu yang menyelesaikan masalah.” Pungkas beliau di hadapan seluruh peserta diklat.


Pewarta : Muhammad Masnun

Editor/Publisher : Rara Zarary