إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah menanggkat ilmu dengan mewafatkan para ulama.” HR. Bukhari
Tebuireng.online- Inna lilahi wa inna ilaihi raji’un. Sabtu, 26 September 2020 menjadi akhir pengabdian seorang alim bernama KH. Habib Ahmad. Pada pukul 11.30 WIB beliau menghembuskan nafas terakhir. Ratusan orang termasuk santri dan warga sekitar berbondong-bondong takziah ke ndalem beliau. Pada pukul 13.56 WIB jenazah datang dimandikan hingga pukul 14.27 dikebumikan.
Beliau adalah penerus estafet pengajian Shahih Bukhori dan Shohih Muslim melanjutkan KH. Idris Kamali dan KH. Syansuri Badawi setiap kilatan Ramadhan. Beliau pun juga biasa mengaji rutin Kitab Riyadus Shalihin setiap malam Minggu di masjid Tebuireng ba’da Isya. Selain itu beliau mengajar di Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari dan Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.
Ada sedikit cerita beliau saat masih menjadi santri di Tebuireng sehingga menjadi penerus pengajian Bukhari Muslim. “Saya lulus Aliyah pada tahun 1967 dan saya mau melanjutkan kuliah tapi maa fi fulus alias gak punya uang, jadinya ya ndak kuliah. Tapi meskipun saya gak jadi kuliah, saya yakin semua itu ada hikmahnya. Setelah lulus, saya ngaji kitab Shahih Bukhari kepada Mbah Yai Idris Kamali, yakni menantu dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Karena saya pada waktu itu termasuk menjadi santri yang paling ndak mampu, jadinya ya saya ndak mampu beli kitab. Biasanya saya cuma usung-usung kitabnya Mbah Idris, lalu saat pulang dikembalikan, tapi justru di situ ada barokah yang saya rasakan,” cerita beliau.
Sebagaimana cerita beliau saat diwawancarai tim Tebuireng Online 2017 lalu, kurang lebih beliau mengaji selama 12 tahun kepada Kiai Idris hingga akhirnya KH Idris hijrah ke Jakarta bersama beberapa santri beliau. Singkat cerita beliau digantikan oleh Kiai Syansuri sampai beliau mendapat tugas untuk menjadi anggota dewan PPP.
“Beberapa waktu lalu Almarhum Pak Kiai Yusuf Hasyim datang ke rumah Kiai Habib, mengatakan bahwa menurut musyawarah oleh beberapa santri dan guru, beliau ditunjuk untuk meneruskan pengajiannya Mbah Kiai Syansuri dan Mbah Yai Idris, awalnya saya ya merasa berat untuk menjalankan amanah ini, tapi yang namanya Mbah Yai ya harus ditaati. Nah, sejak itulah saya jadi Qori’ Shahih Bukhari di Tebuireng,” kenang beliau saat menyebut cerita awal mengaji kitab Shahihaini.
Dari cerita tersebut, memberitahukan kita bahwa beliau adalah seorang santri yang penuh pengabdian dan semangat yang membara. Mesti tanpa uang beliau berani dan telaten untuk mencari ilmu. Pernah suatu ketika beliau berangkat ke pondok namun tidak punya untuk kendaraan hingga beliau pun berjalan kaki dari rumahnya di perak ke Tebuireng.
Semangat beliau masih tak kunjung padam pada masa-masa akhir hayat. Mulai 2019 beliau sudah lama tidak bisa mengajar di Tebuireng hingga beberapa Mahasantri Ma’had Aly angkatan 2017 sowan ke ndalem beliau. Di situ beliau ngersulo (mengeluh) bosan berada di kamar terus ingin mengaji lagi. “Pengen ngaji lagi, paling enggak yo khatam Bukhori,” beliau pun meneteskan air mata. Semoga kita bisa meniru dan meneruskan semangat beliau. Amin.
Pewarta: Asna
