Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa saat menerangkan materi kepada peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng

tebuireng.online—Agar dapat memberikan pemahaman yang tepat kepada para santri tentang Ahlussunnah wal Jama’ah, peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkatan 2 diberikan materi Ke-Aswaja-an. Materi tersebut disampaikan oleh Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M.Si. di Aula Gedung Diklat Kader Pesantren Tebuireng Jombok Ngoro Jombang pada Sabtu (01/10/2016).

Pertama-tama, mantan Ketua PWNU Jatim itu menyampaikan prihal hadis riwayat Imam Thabrani tentang  perpecahan umat Nasrani, Yahudi, dan Islam. Islam yang terpecah menjadi 73 golongan hanya menyisakan satu yang selamat, yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah rasul dan para sahabat, sedangkan ajaranya adalah as Sunnah wal Jama’ah. “Timbul salah kaprah, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dan as Sunnah wal Jama’ah dipergunakan untuk kedua-duanya,” terang mantan anggota DPR RI tersebut.

Beliau juga meluruskan kekeliruan beberapa kalangan tentang kapan dilaharikannya Ahlussunnah wal Jama’ah. Banyak orang mengira Aswaja lahir atas ide Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi dan menganggap masa hidup mereka adalah awal kemunculan Aswaja. Padahal, lanjut beliau, istilah dan ajaran Aswaja sudah muncul sejak zaman Rasulullah SAW dan merupakan ajaran Islam yang asli.

Namun, beliau tak menampik, jika istilah Aswaja tidak banyak diucapkan pasca Rasulullah wafat. Hal itu menurut beliau lebih disebabkan karena pada zaman-zaman itu seluruh umat Islam masih sepenuhnya berada pada garis as Sunnah wal Jama’ah, sehingga setiap penyimpangan dan kesalahan dapat diketahui dengan jelas, baik yang dilakukan perorangan atau kelompok. Karena penyimpangan demi penyimpangan semakin menjadi-jadi, maka dua ulama besar teologi Islam tesebut memunculkan kembali istilah Ahlussunnah wal Jama’ah.

“Bahkan kalau dikaji secara teliti, maka ternyata bahwa penyimpangan serius yang pertama-tama timbul di kalangan muslimin adalah bermotif politis yang kemudian merambah ke syariah dan aqidah,” jelas Guru Besar Psikologi Universitas Airlangga tersebut. Perselisihin politis antara Ali dan Mu’awiyah kemudian menjadikan perpecahan serius pertama di kalangan umat Islam dengan adanya Syi’ah dan Khawarij. Lalu dengan perkembangan ilmu filsafat non-Islam dan logika menimbulkan munculnya aliran Mu’tazilah yang terlalu besar berorientasi pada akal mengalahkan wahyu.

Majalah Tebuireng

Pembatasan ruang lingkup Aswaja tersebut, dikatakan Kiai Ali Maschan membuat ruang lingkupnya menjadi sempit dan tidak mencakup “Ma ana alaihil yauma wa ashhabih (apa yang ada di atasku (Rasulullah) hari ini, dan diamalkan bersama sahabatku”. Untuk itu, dalam pengamalan Aswaja, tambah belia,  harus melalui fase penghayatan dan pengamalan, tidak cukup hanya mengetahui dan mengerti saja. (Abror)