Oleh: Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari*

Bagi setiap mukallaf wajib taat kepada Nabi SAW, melaksanakan sunnahnya, dan mengikuti petunjuknya.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيم

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah saya, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [1]

Majalah Tebuireng

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya saya adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” [2]

Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا وَرَبّـِكَ لَا يُؤْمِنُـونَ حَتَّـى يُحَكِّمُـوكَ فِيمَـا شَجَــرَ بَيْنَــهُمْ ثُـمَّ لَا يَجِـدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya“.[3]

Maksudnya agar mereka seratus persen patuh dan pasrah terhadap keputusan Rasulullah SAW.

Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. [4]

Muhammad Ali At Tirmidzi, rahimahullah, (yang dikenal dengan sebutan Al Hakim At Tirmidzi Ash Shufi, penulis buku “Nawadirul Ushul, bukan Imam Abu Isa At Tirmidzi, penyusun kitab “Shahih Tirmidzi”), berkata:

“Mengikuti suri tauladan pada diri Rasulullah SAW maksudnya adalah mengambil contoh Rasulullah SAW, dengan cara mengikuti sunnahnya, dan meninggalkan ucapan maupun perbuatan yang bertentangan dengan sunnahnya”.

Diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri rahimahullah, ”Ada beberapa kaum mengatakan :”Sesungguhnya kami mencintai Allah”. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي ….  

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah saya,….”. [5]

Diriwayatkan, bahwasanya ayat di atas turun mengenai peristiwa Ka’ab bin Al Asyraf dan teman-temannya, di saat mereka mengatakan :”Kami adalah putera-putera Allah dan para kekasihnya, dan kami paling mencintai Allah”. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat tersebut untuk membantah ucapan mereka tersebut.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al’Irbadl bin Sariyah ra. tentang nasehat Nabi SAW bahwa, beliau bersabda:

فَعَـلَيْكُمْ بِسُـنَّتِيْ وَسُـنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِـدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Maka wajib bagi kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar Rasyidin, pegang teguhlah sunnah-sunnah itu, dan gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham. Dan hati-hatilah dengan hal-hal yang baru, karena sesungguhnya setiap hal yang baru itu (yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadis ) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat”.[6]

Diriwayatkan bahwa, Nabi SAW bersabda:

اَلْقُرْآنُ صَعْـبٌ مُسْتَصْعَـبٌ عَلَى مَنْ كَرِهَهُ، وَهُوَ الْحُكْمُ، فَمَنِ اسْـتَمْسَـكَ بِحَدِيْثِيْ وَفَهِمَهُ وَحَفِظَهُ جَاءَ مَعَ اْلقُـرْآنِ، وَمَنْ تَهَاوَنَ بِالْقُرْآنِ وَحَدِيْثِيْ خَسِرَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةَ، أَمَرْتُ أُمَّتِى أَنْ يَأْخُذُوْا بِقَوْلِى وَيُطِيْعُـوْا أَمْرِىْ وَيَتَّبِعُـوْا سُنَّتِىْ، فَمَنْ رَضِيَ بِقَوْلِيْ فَقَدْ رَضِيَ بِاْلقُرْآنِ وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

“Al Qur’an itu sulit dan dipandang sulit bagi orang yang tidak menyukainya. Al Qur’an itu adalah hukum, maka barangsiapa berpegang teguh dengan hadisku, memahaminya, dan menghafalkannya, maka dia akan datang bersama Al Qur’an. Dan barangsiapa meremehkan Al Qur’an dan hadisku, maka dia akan rugi dunia dan akhirat. Saya perintahkan umatku agar mengambil ucapanku dan mentaati perintahku serta mengikuti sunnahku. Maka barangsiapa ridla menerima ucapanku, maka dia ridla dengan Al Qur’an. Dan barangsiapa tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukanlah termasuk umatku”.[7]

Nabi SAW bersabda:

عَمَلٌ قَلِيلٌ فِي سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ عَمَلٍ كَثِيرٍ فِي بِدْعَةٍ

Perbuatan sedikit yang sesuai dengan sunnah itu lebih baik dari pada perbuatan banyak di dalam bid’ah”. [8]

Nabi SAW bersabda:

مَنْ تَمَسَّـكَ بِسُـنَّتِيْ عِنْدَ فَسَـادِ أُمَّتِيْ فَـلَهُ أَجْرُ مِائَةِ شَـهِيْدٍ 

Barangsiapa memegang teguh sunnahku di saat rusaknya umatku, maka dia akan diberi pahala seratus yang mati syahid”.[9]

Telah dibawa kepada Nabi SAW sebuah potongan tulang yang terdapat tulisan dari kitab Taurat. Lalu Nabi SAW bersabda:

كَفَى بِقَوْمٍ حُمْقًا أَوْ ضَلالَةً أَنْ يَرْغَبُوا عَمَّا جَاءَ بِهِ نَبِيُّهُمْ، أَوْ كِتَابٌ غَيْرُ كِتَابِهِمْ لَوْكَانَ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ اِتِّبَاعِيْ

Cukuplah suatu kaum dikatakan dungu dan sesat, jika mereka tidak senang dengan apa yang dibawa oleh Nabi mereka dan berpaling pada Nabi yang lain, atau tidak senang dengan kitab yang dibawa Nabi mereka dan berpaling pada kitab Nabi yang lain. Seandainya Musa masih hidup, dia pasti akan mengikuti saya”. [10]

Makna kewajiban mengikuti Nabi SAW ini telah diuraikan di atas di dalam ucapan Al Hakim At Tirmidzi.

Diriwayatkan dari Ulama as-Salaf as-Shalih ra., bahwa ada banyak atsar tentang kewajiban mengikuti Nabi SAW.

“Malik bin Anas ra. telah meriwayatkan dari Ibnu Syihab dari seorang lelaki dari keluarga Khalid, bahwa dia telah bertanya kepada Abdullah bin Umar ra. Katanya, ‘Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya kami menjumpai shalat khauf (shalat dalam keadaan takut) dan shalat hadlar (shalat di rumah) terdapat dalam Al Qur’an, dan kami tidak menjumpai shalat safar (shalat dalam perjalanan musafir)’. Maka Ibnu Umar ra. menjawab, ‘Wahai putera saudaraku, sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad SAW kepada kami dan kami tidak tahu apa-apa, namun kami melakukan apa saja seperti yang kami lihat pada diri beliau SAW’”.

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra. berkata, ”Rasulullah SAW telah memberikan contoh perilaku (sunnah), dan sesudah beliau SAW ada para penguasa (khulafa’ rasyidin) yang juga memberikan contoh perilaku (sunnah), maka mengikuti sunnah-sunnah itu berarti membenarkan Kitabullah (Al Qur’an), dan ungkapan taat kepada Allah, serta kekuatan untuk mempertahankan agama Allah. Seseorang tidak boleh merubahnya atau menggantinya, dan tidak boleh mempertimbangkannya bagi yang punya pendapat berbeda. Barangsiapa mencontoh sunnah-sunnah mereka, dia telah mendapatkan hidayah. Dan barangsiapa menolong sunnah-sunnah mereka, dia telah ditolong Allah. Sedangkan barangsiapa yang mengingkari sunnah-sunnah mereka dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, maka Allah akan membiarkan dia dalam kesesatan, dan Allah akan memasukkan dia ke neraka Jahannam, yaitu seburuk-buruk tempat kembali”.

Sahal at-Tustari ra. berkata, ”Dasar madzhab kami ada tiga. Mencontoh Nabi SAW di dalam akhlak dan perbuatan, makan dari yang halal, dan niat yang ikhlas dalam semua perbuatan”.


[1] Ali Imran ayat 31.

[2] Al A’raf ayat 158.

[3] An Nisa’ ayat 65.

[4] Al Ahzab ayat 21.

[5] Ali Imran ayat 31.

[6] Hadis riwayat Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Darimi.

[7] Hadis riwayat Imam Abu Nu’aim.

[8]Syu’abul Iman, Imam Baihaqi, jilid 12, halaman 80. Dan Hilyatul Auliya’, jilid 3, halaman 76. Hadis dari sahabat Anas bin Malik ra..

[9] Nuzhatul Majalis Wa Muntakhabun Nafa’is, jilid 1, halaman 97. Hadis riwayat An Nasfi.

[10] Tafsir Ibnu Abi Hatim, jilid 11, halaman 456. Dan Ma’arijul Qabul, jilid 3, halaman 1099.


*Diterjemahkan oleh Ustadz Zainur Ridlo, M.Pd.I. dari kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari