Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Selain menjadi teladan sebab perjuangannya mendidik santri dan umat, serta kepiwaiannya dalam bersosialisasi, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan sosok yang ahli beribadah. Shalat jamaah tepat waktu, shalat sunnah dijalankan, terutama shalat malam. Suatu ketika ada cerita di mana Kiai Hasyim terkena demam berat yang cukup membuat keluarga dan para santri khawatir.

Kejadian itu terjadi pada 1943. Kiai Hasyim diserang demam yang sangat hebat. Namun, namanya juga Hadratussyaikh yang tak mau ketinggalan jamaah, ketika telah masuk waktu Dhuhur, beliau memaksakan diri bangkit dari tempat tidur menuju kolam untuk mengambil air wudu’ padahal untuk berjalan saja kesulitan, karena lemas.

Untuk itu, dua putranya, kemungkinan salah satunya merupakan Kiai Abdul Karim, memapah sang ayah menuju masjid untuk shalat berjamaah. Setelah mengambil air wudu, beliau memakai baju rapi disertai sorban untuk menuju masjid.

Melihat hal ini, putra-putranya khawatir dan mencoba membujuk Kiai Hasyim agar shalat di rumah saja. Salah seorang putranya, Kiai Abdul Karim, berkata, ”Ayah, demam ayah sangat parah. Sebaiknya ayah shalat di rumah saja!”

Kiai Hasyim menolak dengan menjawab, ”Ketahuilah anakku, api neraka itu lebih panas dari pada demamku ini!”. Kemudian beliau bangkit dari duduknya dan berjalan menuju masjid dengan dipapah.

Majalah Tebuireng

Terkena udara luar malah memperparah sakit Kiai Hasyim. Sepulang dari masjid, badan Kiai Hasyim makin lemah dan parah. Sanak famili dan putra-putrinya berdatangan. Badannya terbujur lemah di atas tempat tidur. Kedua matanya terpejam tak sadarkan diri. Tapi tak lama kemudian, matanya terbuka seraya meneteskan air mata.

Adik perempuannya (tidak sebutkan namanya) bertanya, ”Di manakah yang terasa sakit, kakak?”

Jawaban Kiai Hasyim atas pertanyaan Kiai Hasyim cukup mencengangan. Dengan nada sedih, Kiai Hasyim menjawab, ”Aku menangis bukan karena penyakitku, bukan pula karena takut mati atau berat berpisah dengan famili. Aku merasa belum mempunyai amal saleh sedikitpun. Masih banyak perintah-perintah Allah yang belum aku kerjakan. Alangkah malunya aku menghadap Allah dengan tangan hampa, tiada mempunyai amal kebaikan sedikitpun. Itulah sebabnya aku menangis.”

Sekaliber ulama kharismatik KH. Hasyim Asy’ari saja merasa bahwa amal perbuatannya sebagai bekal mengadap Allah kurang. Padahal semua orang juga tahu, bahwa beliau adalah panutan, rajin beribadah, dan suka bersedekah. Namun, Kiai Hasyim sendiri menyadari bahwa hal itu belum cukup sebagai garansi saat bertemu Allah. Kiai Hasyim malu untuk bertemu Allah, sedangkan beliau merasa amal kebaikannya masih sedikit.

Kisah demam hebat yang menyerang Kiai Hasyim ini memberikan kita pelajaran, betapapun kita sudah berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, kita tidak boleh merasa puas dengan ibadah itu dan terus berusaha menambah amal kebaikan. Kiai Hasyim yang ibadahnya tidak bisa diragukan itu saja merasa malu bertemu Allah karena merasa amalnya masih dikit, apalagi kita yang amal baiknya masih sangat sedikit ini. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


*Disarikan dari berbagai sumber