Para peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkatan ke-4 foto bersama Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dan Kepala Lemaga Diklat, Ustadz A. Halim pada Senin (04/09/2017). (Foto: Dok Lembaga DIklat)

Tebuireng.online— Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Guru besar Universitas Negeri Islam (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang menyampaikan materi tentang Nilai Pesantren ke-5, yaitu toleransi dalam Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkata ke-4 pada Senin (04/09/2017). Ketua Yayasan Unhasy (Universitas Hasyim Asy’ari) Tebuireng tersebut, menjelaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, baik agama, etnis, suku, bahasa, dan budaya.

“Dari rambutnya saja sudah berbeda. Dari Aceh itu lurus sampai di Jayapura keriting. Semakin ke timur semakin kriting. Dari yang lurus, makin berombak dan sampai keriting sekali. Kalau dari Aceh rambutnya keriting berarti bukan dari Aceh,” terang Mantan Rektor UIN Malang itu.

“Tapi kok lalu bisa rukun, toleran kepada yang lain. Rambut keriting toleran kepada yang lurus. Coba lihat di Timur Tengah, seperti Saudi, Aljazair, Yaman, Sudan, dan Syiria. Kulitnya sama, makannya sama, bahasanya sama. Tapi kok konflik terus. Tapi kok tidak rukun,” lanjut beliau.

Menurut beliau, dibandingkan dengan keadaan bangsa lain yang kemajemukannya lebih sedikit, Indonesia yang sangat majemuk mampu hidup rukun. “Ini kan karena ada toleransi sebenarnya. Maka kalau disebut Bineka Tunggal Ika itu cocok sekali,” tutur pakar pendidikan itu.

Setiap agama yang ada di Indonesia, lanjut beliau, mempunyai lembaga pendidikan sendiri, yaitu ada 56 perguruan tinggi Islam, 8 Kristen, 3 Hindu , 2 Budha dan 1 Katholik. Selain itu, Katholik memiliki 62 perguruan tinggi swasta.

Majalah Tebuireng

“Di tanah Toraja, rumah makan yang muslim hanya ada satu di kota. Setiap kali makan, saya oleh Ketua Tinggi Agama Kristen itu selalu diajak makan di situ. Saya tanya, ‘kenapa tidak makan di rumah saja, Pak Ketua?’ Dia menjawab, ‘Saya tidak mau punya tamu yang punya perasaan ragu,’” cerita Prof Imam.

Dari cerita itu, Prof. Imam memberikan gambaran bahwa hidup saling menghargai satu dengan yang lainnya itu merupakan pemandangan yang indah. Tak bisa dipungkiri, tambah beliau, jika seluruh elemen masyarakat di negeri ini saling menghargai dan bertoleransi maka akan tercipta kerukunan dan persatuan yang kokoh.


Pewarta:            M. Masnun

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin