Sumber gambar: www.google.com

Oleh: Luluatul Mabruroh*

Selamat Hari Kartini. Banyak hal yang harus direkonstruksi ulang terhadap stereotip yang dilekatkan pada seorang perempuan pun terhadap definisi kesetaraan gender yang selama ini digembar-gemborkan oleh para feminis.

Sebagaimana yang telah pembaca tahu, “Habis Gelap Terbitlah Terang” adalah karya fenomenal gadis Jawa biasa yang kemerdekaannya terkungkung di balik tembok istana. Namun demikian wawasan dan pemikiran Kartini seluas semesta.

Kartini banyak memahami bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Bukan sekadar konco wingking yang terus menerus bersembunyi dan mengamankan diri dibalik punggung lelaki. Kartini menyadari fakta bahwa wanita bukanlah warga negara kelas dua.

Apa yang Kartini pahami tentang perempuan adalah kesetaraan sebagaimana konsep dalam buku-buku barat yang banyak dilahapnya. Karna melihat nasib dirinya, dia tahu bahwa kaumnya yang hidup di negerinya sama tertindas, terintimidasi dan sengsaranya dengan dirinya. Sehingga ia pun mengimpikan kebebasan berbuat dan berpendapat sebagaimana teman-teman korespondensinya yang ia jalin melaui surat-surat dalam berbagai bahasa.

Majalah Tebuireng

Hingga kemudian Kartini bertemu seorang guru Agama pada kunjungannya disuatu acara perjamuan. Kartini kemudian belajar dari beliau dan memahami bahwa apa yang selama ini dipelajarinya dan yang ia sampaikan pada sahabat-sahabatnya melalui surat tidaklah semuanya benar. Seorang wanita tidak perlu menjadi maskulin untuk menunjukkan keperkasaannya. Wanita tidak perlu menyamaratakan dengan lelaki agar eksistensinya diakui. Wanita bisa melakukan banyak hal dan mampu berkontribusi dengan menjalani tugas dan kewajibannya sendiri.

Disini bisa dilihat bahwa kenyataan lapangan di sekitar, wanita-wanita Jawa, Madura, Batak, Sunda ataupun suku-suku lainnya di Indonesia memiliki keamampuan mempengaruhi, menentukan, bahkan mungkin mendominasi suatu keputusan. Meski dalam hal ini perempuan masih dengan kefeminimammya dan dengan kelemah lembutannya.

Namun terlepas dari semua perspektif gender yang telah ada, perempuan adalah sosok penting yang menjadi penentu tegaknya suatu bangsa. Sebab para generasi pemuda lahir dari rahim wanita-wanita hebat, yaitu sosok yang sesuai dengan namanya, Wanita “Wani-tapa” yang artinya adalah wanita adalah sosok yang menjalankan –laku tapa untuk suami dan anak-anaknya. Oleh sebab itu tak salah jika nama wanita diabadikan menjadi nama surat dalam kitab suci Al Quran.

*Alumni PBA Unhasy.