Oleh: Dian Bagus*

Ada pepatah Arab yang mengatakan, mâ abyaghal-‘aisya law lâ wus’atul-‘amali “Alangkah sempitnya hidup ini kalau tidak lapang harapan-harapan. Salah satu bentuk dari kesempitan hidup dan hilangnya harapan adalah sikap putus asa atau frustasi.

Di tengah gempuran masalah hidup yang datang bertubi-tubi, di tengah krisis ekonomi yang melanda masyarakat modern, dan munculnya sikap skeptis terhadap nilai-nilai, orang akan mudah terjatuh pada sikap pesimis dan putus asa. Akibatnya, kita sering mendengar atau membaca berita, surat kabar (koran), orang begitu mudah melakukan tindakan kriminal seperti membunuh atau mencuri karena merasa jalannya sudah tertutup untuk mendapatkan rezeki yang halal.

Lebih celaka lagi, orang yang nekad melakukan tindakan bunuh diri karena sebab-sebab tertentu seperti terjerat hutang, kebangkrutan usaha, ditinggal suami atau istri, tidak mampu menyekolahkan anaknya, dan sebagainya. Tindakan semacam itu bukan saja merugikan diri sendiri, karena jelas menghilangkan nyawa yang diberikan oleh Allah Swt, namun juga diancam oleh azab yang berat.

Al-Qur’an berkali-kali menegaskan agar kita jangan pernah berputus asa. Di antarannya yang paling tegas adalah firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 53-54:

Majalah Tebuireng

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ – ٥٣ وَاَنِيْبُوْٓا اِلٰى رَبِّكُمْ وَاَسْلِمُوْا لَهٗ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ – ٥٤

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong. (QS.az-Zumar: 53-54)

Putus asa bisa disebabkan karena kehilangan hidup yang tidak tercapai. Bisa juga karena over loaded dari beban dosa dan kesalahan yang menumpuk di dalam diri. Bahwa banyak orang yang kecewa karena keinginan hidup tidak terwujud sesungguhnya seringkali lebih merupakan kekeliruan persepsi ketimbang kenyataan sesungguhnya. Jika seorang memahami arti dan filosofi kehidupan, maka seharusnya kekecewaan itu tidak perlu terjadi. Bukankah Allah SWT Maha Adil?

Sekaya apapun dan setinggi apapun jabatan seseorang, tidak selamanya hidup mereka tersenyum. Begitu juga sebaliknya semiskin apapun dan sesederhana apapun seseorang, tidak selamanya hidup mereka menangis. Tawa dan tangis milik setiap orang tanpa dibedakan kelas sosial-ekonomi. Bahkan sangat boleh jadi justru orang kaya dan pejabat yang lebih dirundung duka ketimbang orang miskin. Resep hidup yang ditawarkan Al-Qur’an terdapat dalam surat At-Taubah ayat 105:

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ – ١٠٥

Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.at-Taubah: 105)

Jadi resep singkatnya ialah bekerja atau berkarya karena dengan begitu hidup menjadi bermanfaat, dan Allah akan menunjukan hasil kerja atau karya kita, entah berupa pahala, prestasi, rezeki, atau apapun bentuk kebaikan yang menjadi rahasia Allah SWT.

Demikian pula halnya dengan beban dosa dan rasa bersalah. Al-Quran mengingatkan kita “Tataplah hari esoknya! Tanpa pernah terbebani beban masa lampau”. Serahkan diri sepenuhnya kepada Allah, lalu beranilah menempuh jalan baru kehidupan yang lebih bermakna. Tidak ada dosa besar jika yang datang adalah Tuhan Yang Maha Besar (Allahu Akbar). Sebesar apapun dosa seseorang, pengampunan-Nya jauh lebih besar.


*Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari