sumber gambar: idntimes

Oleh: Umu Salamah*

Baru-baru ini sebuah film berjudul “Ipar adalah Maut” menghebohkan jagad perfilman Indonesia. Pasalnya, film ini diadaptasi dari kisah nyata perselingkuhan seorang kakak ipar dan adik iparnya yang viral di media sosial. Para penonton film ini dibawa dalam suasana hati yang campur aduk, antara kesal, sedih, takut, dan perasaan lain yang membuat mereka misuh-misuh di dalam bioskop.

Hampir semuanya menyalahkan Mas Aris (kakak ipar) dan Rani (adik ipar), yang dengan tega menghianati istri dan kakak kandungnya sendiri. Namun sebelum perselingkuhan itu terjadi, pintu-pintu perzinahan sudah terbuka lebar sejak awal, tanpa disadari.

Film ini mengambil judul “Ipar adalah Maut” yang tidak lain adalah terjemah dari hadist Nabi Muhammad Saw.,;

إيّاكُمْ والدُّخُولَ على النِّساءِ، فقالَ رَجُلٌ مِنَ الأنْصارِ: يا رَسولَ اللَّهِ، أفَرَأَيْتَ الحَمْوَ؟ قالَ: الحَمْوُ المَوْتُ

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian masuk kepada kaum wanita” lalu seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang ipar?” kemudian Rasulullah Saw., menjawab, “Ipar adalah maut”.

Majalah Tebuireng

Dalam hadist ini Rasulullah sudah memperingatkan menjauhi khalwat dengan kaum wanita secara umum. Karena jika terjadi khalwat antara laki-laki dan perempuan maka yang ketiganya adalah syaitan. Hal ini menghawatirkan, karena nafsu manusia itu lemah, sedangkan dorongan hawa nafsunya lebih kuat. Tidak terkecuali berkhalwat dengan ipar sendiri, bahkan lebih dari itu, Rasulullah menyebutkan dengan “kematian”.

Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan; dalam tradisi masyarakat Arab, menyebut sesuatu dengan kata “maut” itu menunjukkan hal tersebut adalah sesuatu yang dibenci, sehingga perlu dihindari. Sebagaimana mereka mengatakan “singa adalah maut”.

Baca Juga: Hadis “Ipar adalah Maut”; Seberbahaya Itu Kah?

Imam An Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim berpendapat bahwa yang dimaksud kematian adalah adanya kekhawatiran lebih besar dalam masalah ipar ini daripada yang lain, demikian juga keburukan yang ditimbulkan berpotensi lebih besar daripada keburukan lainnya. Karena khalwat dengan orang-orang yang masih memiliki hubungan kerabat dengan suami dianggap lebih mudah, dan terkadang dinormalisasi. Hal ini berbeda dengan khalwat dengan lelaki asing, karena biasanya pencegahanyang dilakukan lebih kuat.

Memang fenomena ditengah-tengah masyarakat, hubungan antar ipar dianggap sebagai sesuatu yang normal. bersentuhan, tinggal serumah, berboncengan, dan lain sebagainya dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal hal yang demikian tidak dibenarkan. Kita tahu bahwa ipar adalah mahram, yang haram dinikahi. Tapi ipar adalah jenis mahram yang lain dari pada yang lain. Meskipun ia haram dinikahi, namun keharaman ini tidak berlaku selamanya. Sehingga konsekuensi hukumnya berbeda dengan mahram-mahram lain, sebagai contoh; persentuhan dengan ipar dapat membatalkan wudhu, dan terdapat larangan berkhalwat dengannya.

Kembali ke judul, kesalahan dimulai dari mana?

Sudah barang tentu seseorang yang berselingkuh dan tidak bisa menjaga nafsunya itu salah.  Namun jika kita kaji ulang pada cara Allah SWT melarang zina, kita juga akan menemukan hal lain, bahwa kesalahan sebenarnya tidak dimulai dari situ, namun jauh sebelumnya.  Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an QS. Al-Isro’ (17:32),

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

Artinya; Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk

Dari ayat di atas kita tahu, bahwa larangan zina tidak sama dengan larangan maksiat yang lain. Larangan zina diawali dengan kata, “jangan dekat-dekat”. Itu artinya kita harus saddus dzaroi’, menutup segala pintu yang menjurus kepada perzinahan. Sehingga jangan sampai ada ruang untuk melakukan perzinahan, termasuk dengan ipar sendiri. Caranya adalah dengan tidak membiarkan mereka tinggal dalam satu rumah, tidak membiarkan mereka membuka aurat di hadapan satu dengan yang lain, tidak membiarkan mereka berduaan, dan lain-lain. Kalau sudah seperti ini, siapa yang disalahkan?

Baca Juga: Memetik Pesan dalam Film Ipar adalah Maut



*Alumni PPP. Al-Anwar Sarang.