Ilustrasi bunga deposito bank
Ilustrasi bunga deposito bank

Pada tulisan sebelumnya, telah dibahas tentang qiyas zakat bunga deposito bank dengan zakat harta rikaz. Adapun illat yang digunakan dalam meng-qiyas-kan dengan harta barang temuan (rikaz) adalah harta bunga bank merupakan harta yang didapatkan secara gratis sama dengan barang temuan tanpa diusahakan seperti harta barang dagangan atau pertanian yang memerlukan perasan keringat pemilik. ‘Illat inilah yang jadi faktor atau motif utama ditetapkannya prosentase sekitar seperlima dari keseluruhan jumlah total harta yang ditemukan, di mana memang jumlah itu cukup besar dibandingkan dengan prosentase jenis harta zakat lainnya.

Perlu diketahui bahwa corak qiyas yang dimaksud di sini adalah qiyas musawi yaitu berlakunya hukum pada kasus cabang sama keadaannya dengan berlakunya hukum ashl karena kekuatan ‘illat-nya sama. Sementara ditinjau dari kejelasan ‘illat-nya, qiyas ini termasuk qiyas khafi di mana illat hukum tidak tertampilkan secara tegas dalam redaksi nash. Dengan ungkapan lain ini di-istinbat-kan dari hukum ashl yang memungkinkan kedudukannya ‘illatnya bersifat zhanni.

Jadi, kalau dilaksanakan mekanisme kerja qiyas ini kurang lebih demikian; yang dinamakan ashl atau disebut juga maqis ‘alaih dalam konteks ini adalah harta rikaz (barang temuan) sedangkan hukum ashl di sini adalah prosentase zakat harta rikaz yang berjumlah 20%

Sementara kasus cabang (furu’) atau disebut juga maqis yang dimaksud di sini adalah bunga bank yang sedang dicari prosentase bunganya. Dalam konteks ini kedudukan maqis memang benar-benar merupakan kasus cabang yang belum ada dalil atau ketetapan hukumnya dalam al-Quran ataupun hadis sehingga layak jadi maqis.

Untuk masalik al-‘illat (teknik atau jalan untuk mencari dan mengidentifikasi illat) melalui jalan al-sabr wa al- taqsim yaitu meneliti segala kemugkinan sifat yang terdapat dalam ashl kemudian meneliti dan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak pantas menjadi ‘illat maka sifat yang tertinggal itulah yang menjadi illat untuk hukum ashl tersebut. Cara ini ditempuh karena memang ‘illat hukum tidak tertampilkan secara definitif dalam nash ataupun ijma’. Salah satu illat yang mungkin dapat langsung ditangkap oleh nalar adalah karena dalam kasus harta temuan tidak ditemukan adanya usaha dari penemu. Tanpa adanya unsur kesengajaan dan kerja apapun dia mendapatkan harta itu. Tidak ada perangkat dan infrastruktur berat yang digunakan untuk mengebor bumi demi memperoleh harta tersebut dikarenakan murni temuan.

Majalah Tebuireng

Dengan menggunakan teknik al-sabr wa taqsim (memilah dan memilih di antara sekian kemungkinan ‘illat) maka ‘illat yang terakhir kemungkinan besar menjadi faktor utama begitu besarnya prosentase zakat yang ditetapkan hukum Islam dengan mengabaikan ‘illat yang pertama. ‘Illat yang terdapat dalam harta rikaz ini termasuk bentuk ‘illat hakiki yaitu ‘illat yang dapat dicapai oleh akal dengan sendirinya tanpa tergantung pada kebiasaan atau lainnya.

Jelasnya, kita bisa membandingkan kasus antara usaha yang keras dan tidak adanya usaha atau minimal usaha yang sederhana dalam mengupayakan sebuah jenis harta yang ternyata itu sangat menentukan dalam penetapan berapa prosentase zakatnya. Zakat hasil pertanian, hasil panen yang didapatkan dengan cara mengairi sawahnya nominal zakatnya 5% sedangkan dengan mata air atau air hujan 10%. Nyata sekali bahwa variabel sejauh mana usaha yang dikerahkan dalam mendapaatkan harta ini cukup berpengaruh dalam penentuan prosentase zakat. Kondisi yang sama juga berlaku secara langsung pada bunga bank yang tidak didapatkan dengan upaya dan ikhtiar yang memadai dari pemilik dana.

Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan dasar yang mempertemukan penyatuan status hukum antara zakat bunga bank dan harta rikaz (barang temuan) adalah ‘illat-nya yaitu harta tersebut tidak didapatkan melalui kerja keras atau ikhtiar apapun. Sehingga dapat ditandaskan bahwa status hukum prosentase zakat yang ditetapkan pun juga sama yaitu 20% atau seperlima dari keseluruhan harta.

Dalam proses mekanisme penghitungan zakat bunga bank, terlebih dahulu dilakukan pemisahan antara uang asal dan uang yang dihasilkan dari uang asal tersebut yaitu bunga. Pemisahan ini penting dialakukan karena kedua tipe uang berbeda, uang asal atau pokok diperoleh dengan jerih payah dan usaha sedangkan uang bunga dihasilkan tanpa diusahakan. Sesudah itu, harus diperhitungkan dan dikeluarkan dulu dana kebutuhan kebutuhan pokok. Kalau uang itu memang sudah mencapai batas nisab maka sudah wajib dikeluarkan zakatnya, tapi kalau kurang dari kebutuhan pokok maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

Untuk uang asal (dalam konteks ini uang deposito)kalau sudah sampai batas nisab sebagaimana yang dijelaskan Didin Hafidhuddin dalam buku Panduan Praktis tentang Zakat, Infaq dan Sedekah, zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% seperti zakatnya emas dan perak. Dengan asumsi bahwa uang deposito berbanding lurus dengan emas dan perak pada tataran keduanya sama sama merupakan penjelmaan harta yang disimpan dan punya nilai ekonomis.

Untuk zakat bunga bank seperti yang sudah dijelaskan di atas dapat di-qiyas-kan dengan harta rikaz (barang temuan) sehingga zakat yang dikeluarkan adalah sebesar seperlima (20%). Untuk qaul jadidnya Imam Syafi’i disyaratkan bagi barang temuan diperhitungkan nisabnya  sehingga di sini diberlakukan nisab bagi harta bunga bank. Nisab dari bunga bank ini sama persis dengan nisabnya emas dan perak.

Ini berlaku bagi harta bunga bank yang tidak diambil dan terus menerus mengalami perkembangan. Penghitungannya menggunakan standar nisab emas yang kurang lebih 85 gram. Bila dikruskan ke mata uang rupiah saat ini dengan harga emas pergram 900.0000 maka total nisabnya adalah 76.500.000  harta bunga yang sudah mencapai jumlah tersebut wajib dikeluarkan zakatnya seperlima (20%).

Sedangkan bagi Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan Ishaq serta Imam Syafi’i dalam qaul qadimnya tidak mensyaratkan nisab bagi barang temuan. Sehingga di sini dalam harta bunga bank juga tidak diberlakukan nisab. Ini berlaku bagi harta bunga bank yang langsung diambil dan langsung dikeluarkan zakatnya.

Untuk persyaratan haul (1 tahun), para ulama sepakat bahwa harta temuan tidak ada persyaratan haul, karena bunga bank di-qiyas-kan dengan barang temuan maka zakat yang dikeluarkan tidak harus menunggu selama satu tahun. Ketika bunga itu sudah mencapai nisab baik secara bulat (langsung mencapai angka nisab dalam satu waktu) atau secara berangsur angsur (angka nisab di atas didapatkan selama beberapa bulan) maka zakatnya sudah harus dibayarkan sebesar seperlima dari keluruhan harta.

Jadi kalau seandainya bunga bank itu nominalnya sekitar Rp. 100.000.000,- maka nominal yang diserahkan sebagai kewajiban zakat adalah Rp. 20.000.000,-. Prosentase yang sama juga dapat diterapkan angka-angka lainnya di atas Rp. 76.500.000,-, karena angka nisab tersebut merupakan batas minimal harta yang diwajibkan zakatnya. Kalau sudah melampaui dan lebih maka bisa dihitung sendiri berapa mestinya zakat yang harus dikeluarkan. Contoh penghitungannya sebagai berikut:

Harga emas Rp. 900.000,-/gram x 85 gram= 76.500.000 x 1/5 = 15.300.000

Angka 76.500.000 nisab minimal wajib zakat dan angka 15.300.000 adalah nominal zakat yang dikeluarkan dari minimal nisab tersebut.

Semoga bermanfaat


Penulis Ahmad Farid Hasan S.H.I., Lembaga kajian strategis keislaman dan kebangsaan PC IKAPETE Gresik