Sumber: tr84x.com

Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Saya mau bertanya mengenai hukum trading forex yang pekerjaannya menganalisa pasar dengan membaca grafik pergerakan uang. Bagaimana hukumnya trading forex tersebut?

Yang kedua, saya ingin bertanya mengenai cara mensucikan harta yang didapat dari usaha dengan modal haram. Terimakasih.

Muhammad Amin

Majalah Tebuireng

Wa’alaikummussalam Wr.Wb

Terima kasih banyak atas pertanyaannya. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkahi kita semua. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawaban pertanyaan sebagai berikut;

Telah kita ketahui bahwa Trading Forex merupakan transaksi tukar menukar valuta (mata uang asing). Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang.

Dalam fikih, trading forex dikenal dengan as sharf yakni jual beli mata uang. Pada dasarnya barter mata uang asing di pasaran tunai hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan makna hadis Nabi riwayat Imam Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Imam Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”

Lalu, bagaimana dengan sistem perdagangan forex di pasaran online yang sekarang masih mencuat? Dalam masalah forex ini, berdasarkan hasil rapat pleno Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 28 Maret 2010 menetapkan bahwa transaksi jual beli mata asing hukumnya boleh dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). Dalam artian semacam tebak menebak harga. Kalau beruntung mendapatkan barang yang bagus, kalau tidak beruntung mendapatkan barang yang jelek. Dalam hal ini Nabi melarangnya sebagaimana hadis di bawah ini

” أن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عن بيع حبل الحبلة

“Sesungguhnya Nabi SAW melarang jual beli habl al hablah (jual beli kandungannya kandungan).”

  1. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
  2. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
  3. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Selain itu, dalam melakukan transaksi jual beli mata uang juga terdapat jenis-jenisnya sebagai berikut;

  1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
  2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
  3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
  4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Selanjutnya, berkaitan pertanyaan kedua bahwa mensucikan harta yang didapatkan dari usaha dengan modal haram bisa dilakukan dengan cara bertaubat dan wajib baginya untuk mengembalikannya kepada yang memberikan modal tersebut. hal ini berdasarkan keterangan dalam kitab al majmu’ syarh al muhadzab juz 9 halaman 351:

قال الغزالي إذا كان معه مال حرام وأراد التوبة والبراءة منه فان كان له مالك معين وجب صرفه إليه أو إلى وكيله فان كان ميتا وجب دفعه إلى وارثه وان كان لمالك لا يعرفه ويئس من معرفته فينبغي أن يصرفه في مصالح المسلمين العامة كالقناطر والربط والمساجد ومصالح طريق مكة ونحو ذلك مما يشترك المسلمون فيه والا فيتصدق به علي فقير أو فقراء….الى ان قال.

Imam Al-Ghozali berkata: ketika seseorang memiliki harta yang haram dan dia menginginkan untuk bertaubat dan bebas darinya maka ketika dia mengetahui pemilik barang itu, maka wajib baginya untuk mengembalikannya (mentasarrufkan kepadanya) atau kepada wakilnya, apabila pemiliknya sudah meninggal maka wajib menyerahkan pada ahli warisnya, dan jika pemilik harta itu tidak diketahui dan seseorang itu putus asa untuk mencaritahu pemiliknya maka harus di tasarrufkan untuk kemaslahatan kaum muslimin (sifatnya umum) seperti untuk bangunan, masjid-masjid, kemaslahatan jalan kota makkah dan selainnya, dari sesuatu yang berhubungan dengan kaum muslim dan jika tidak bisa maka dishadaqahkan kepada orang fakir atau fuqara’. Imam Ghozali juga mengatakan, ketika sesorang tersebut memiliki harta yang haram dan dia tidak mengetahui pemiliknya, maka diperbolehkan bagi dia untuk meng-infakkan pada dirinya sendiri ketika ada hajat/kebutuhan.

Wallahu ‘alam bisshowab

Sekian jawaban singkat dari tim redaksi kami. semoga bermanfaat dan bisa dipahami dengan baik sehingga dalam melaksanakan transaksi jual beli sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.