Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah (kedua dari kiri) saat hadir dalam sebuah diskusi bertema “Pahlawan yang Dibutuhkan Indonesia Saat Ini” di Gedung Joang 45, Jakarta, Selasa (21/11/2017). (Sumber foto: Kompas.com)

Tebuireng.online— Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menyampaikan bahwa banyak hal yang mengancam masa depan Indonesia. Salah satunya yaitu ancaman terhadap lingkungan hidup.

Ancaman lingkungan yang saat ini perlu diwaspadai adalah kondisi sungai yang mulai tercemar oleh limbah pabrik, dan jumlah merkuri yang sangat luar biasa banyaknya. Selain karena libah, sampah-sampah yang dibawa dari muara sungai tersebut menyebabkan ikan-ikan di laut terkena dampaknya.

“Kalau masuk ke laut, lalu dimakan ikan, dan saat kita belah di dalam perutnya pasti ada plastik,” ungkap Gus Sholah dalam diskusi yang bertema “Pahlawan yang Dibutuhkan Indonesia Saat Ini”, di Gedung Joang 45, Jakarta pada Selasa (21/11/2017) seperti yang dilansir dari Kompas.com. Gus Sholah juga mecontohkannya dengan keadaan Sungai Citarum yang dinobatkan sebagai sungai terkotor se-dunia dengan kandungan mercuri yang luar biasa.

Menurut Gus Sholah, dalam mengatasi permasalahan yang acapkali ditimbulkan oleh manusianya sendiri ini, sudah saatnya ada pahlawan yang mampu merubah tindakan individu tersebut. Kepahlawanan tersebut, tambah beliau, bermacam-macam bentuknya, salah satunya mengenai keperdulian pahlawan dalam menjaga lingkungan.

“Kepahlawanan bentuknya macam-macam yang bisa Anda dilakukan di sekeliling Anda. Generasi muda perlu lakukan tindakan kepahlawanan di sekeliling Anda,” kata mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu.

Majalah Tebuireng

Selain itu, Gus Sholah mengatakaan, para pahlawan terdahulu sama sekali tidak menginginkan gelar kepahlawanan, tetapi mereka lebih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda.

Dalam diskusi tersebut Gus Sholah menyampaikan bahwa sejumlah orang Indonesia telah meraih “Nobel Asia” dari Ramon Magsaysay, yakni Mochtar Lubis, Pramodeya Ananta Toer, Gus Dur, Buya Syafi’i Ma’arif dan Try Mumpuni, seorang yang aktif membangun daerah terpencil dengan pembangkit listrik.

Beliau mengungkapkan, selain penghargaan-penghargaan nobel dan semacamnya itu, para pahlwan juga mendapat penghormatan dalam bentuk penyematan nama mereka menjadi nama jalan, bandara, kota, dan lain sebagainya.


Pewarta Ulang:   Ana Saktiani Mutia

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin

Sumber:             Kompas.com dan Detik.com