KH. Salahuddin Wahid ceritakan salah satu taktik KH. Hasyim Asy’ari dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Jumat (23/2) di Semarang. (Foto: Amin Zein)

Tebuireng.online- Dalam rapat pimpinan nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Semarang, Jawa Tengah (23/2), KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menjelaskan nama Indonesia sendiri muncul dari perhimpunan mahasiswa Indonesia di Belanda. Saat itu peran pemuda Islam belum lah terlihat. Baru lah pada sumpah pemuda tahun 1928 muncul tokoh pemuda Islam yang saya ingat itu Syamsul Rizal tokoh Masyumi.

Syamsul Rizal mengajak teman-temannya yang beragama Islam. Saat itu belum ada gagasan negara Islam. Kaitan agama dan politik pertama kali muncul ke publik digaungkan Soekarno terinspirasi dari gurunya Tjokroaminoto sekaligus mertuanya. Tjokro punya anak perempuan namanya Utari.

“Dulu belum ada pembahasan agama dan politik yang berlebihan disini. Baru pada era Bung Karno lah mulai muncul. Ia menulis buku Nasiolisme, Islam dan Marxisme. Pada tahun 1950-1960 diangkat lagi oleh Bung Karno dengan nama Nasakom. Kemudian banyak tokoh Islam yang gabung memperjuangkan kemerdekaan,” papar adik kandung Gus Dur ini.

Saat dijajah Jepang, warga Indonesia banyak memberikan ruang bagi tokoh-tokoh Islam. Bahkan dibentuk badan yang mengurusi keagamaan yang diminta jadi ketua yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Jepang tahu kekuatan Islam saat itu. Tapi sehari-hari yang mengurusi yaitu putranya KH. Wahid Hasyim. Karena Kiai Hasyim memilih menjaga santrinya untuk membacakan kitab dan ngaji ilmu agama.

Kemudian dari sini banyak muncul tokoh Islam dalam pergerakan menuju kemerdekaan. Itu terjadi pada tahun 1943-1944. Dan kedekatan dengan Jepang ini membuat lahir Laskar Hizbullah dan Pembela Tanah Air (Peta) yang dilatih oleh Jepang. Peta sendiri dipimpin Supriadi.

Majalah Tebuireng

“KH. Hasyim Asy’ari, Soekarno, dan Supriadi kerja sama dengan Jepang. Ternyata tidak semuanya setuju, salah satunya Sutan Sjahrir. Bahkan ia pernah menyebut mereka bertiga Anjing-anjing Jepang. Ia tidak tahu padahal ini hanya taktik dakwah. Mirip seperti mubalig zaman awal kedatangan Islam. Kita tak mungkin frontal melawan Jepang. Maka manfaatkan peluang yang diberikan Jepang,” jelas Gus Sholah.

Kemudian dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dari badan ini lah mulai muncul usulan dasar negara yaitu Pancasila dan Islam. Ada kelompok ketiga tapi tak berpengaruh yaitu Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) pimpinan Tan Malaka.

Bung Karno sempat menangis meminta seluruh anggota BPUPKI untuk menerima Pancasila. Karena ada jalan buntu antara nasionalis dan Islam. Baru 17 Agustus 1945 proklamasi.

Pertentangan dasar negara ini sangat tajam, akhirnya dibentuk panitia sembilan. Ada Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, Abikusno, Mudzakir dan Wahid Hasyim. Dan menghasilkan piagam Jakarta yang kita kenal hingga kini. Namun akhirnya Pancasila bisa diterima.

Namun perubahan terjadi pada sila pertama dari Pancasila dimana kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berubah menjadi “Yang Maha Esa”. Hal karena ada protes dari non muslim. Sebenarnya kelompok Islam keberatan, tapi karena ini strategi untuk menjaga NKRI maka mengalah. Jadi kunci dakwah ulama dulu lebih lihat keadaan.

“Jadi jangan heran ada yang memperjuangkan NKRI bersyariah saat ini. Efek dari perdebatan dasar negara,” tandasnya.

Pewarta: Syarif Abdurrahman
Editor/Publisher: RZ