Haul Akbar Pacitan ke-167 KH. Abdul Manan Dipomenggolo yang diadakan oleh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, puncak acara yaitu Tahlil Akbar di Pesarean Gedhe Desa Semanten digelar pagi ini, Senin (06/05/2024).
Haul Akbar Pacitan ke-167 KH. Abdul Manan Dipomenggolo yang diadakan oleh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, puncak acara yaitu Tahlil Akbar di Pesarean Gedhe Desa Semanten digelar pagi ini, Senin (06/05/2024).

Tebuireng.online- Haul Akbar Pacitan ke-167 KH. Abdul Manan Dipomenggolo yang diadakan oleh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan berlangsung selama 4 hari, mulai 3-6 Mei 2024. Puncak acara yaitu Tahlil Akbar di Pesarean Gedhe Desa Semanten digelar pagi ini, Senin (06/05/2024). Acara ini dihadiri Ketua PWNU Jawa Timur sekaligus Pengasuh Pesantren Tebuireng KH. Abdul Hakim Mahfudz, dan KH Abdul Qoyyum Manshur (Gus Qoyyum) selaku pemberi mauidhoh hasanah. Tampak pula Pengasuh Pondok Tremas KH. Fuad Habib Dimyathi, KH. KRT Luqman Harist Dimyathi, beserta dzuriyah yang lain.

“Tanda bangsa itu baik, maka Allah akan memperbanyak orang faqih dan ulama di antara mereka. Dan Allah akan membuat sedikit dari orang-orang bodoh di antara mereka,” ucap Gus Qoyyum mengutip perkataan Khatib al-Baghdadi dalam kitab faqih wal mutafaqqih dari sabda Rasululllah Saw.

Menurut beliau, Indonesia dianugerahi KH. Abdul Mannan, seorang pribadi yang lengkap antara keulamaan, kewalian, hukama’ (ahli hukum), hingga pendidikan yang panjang hingga Mesir. Embrio ulama Indonesia bisa besar ialah dari Mbah Mannan. 

Syekh Mahfudz salah satu putra KH. Abdul Mannan pernah berkata, ini dari kakek Gus Qoyyum, KH. Kholil Lasem seorang penulis pribadi Kiai Mahfud. Gus Qoyyum merasa tidak enak hati karena ini perkataan rahasia.

“ ‘Kowe-kowe iki kok ga onok tanda-tanda ulama’ (kamu sekalian tidak ada tanda ulama) dawuh KH. Mahfudz di hadapan KH. Kholil Lasem, KH. Dalhar Watucongol, KH. Wahab Hasbullah, KH. Ali Ma’sum, KH. Baidlawi dan kiai lainnya. Diteruskan, ‘Gak koyok erane adikku (tidak seperti era adik saya) Dimyati, Abdul Karim Lirboyo, Hasyim Asy’ari Tebuireng’ dawuh Syekh Mahfudz saat mengaji di pintu Shafa Mekkah,” ungkap Gus Qoyyum.

Majalah Tebuireng

“Padahal yang didawuhi adalah ulama besar semua. Nah saya dan panjenengan di hadapan Mbah Mahfudz jadi apa?” tanya Gus Qoyyum kepada hadirin.

Gus Qoyyum menyebut bahwa embrio ulama-ulama Indonesia berasal dari dua tokoh Tremas, Syekh Mahfudz dan KH. Dimyati. Syekh Mahfudz mengajar di pintu Shafa berupa 2 kitab tafsir, pertama tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil (Tafsir Al-Baidhawi) dan kitab tafsir Sirajul Munir karya Khotib Syarbini.

 

KH Abdul Qoyyum Manshur (Gus Qoyyum) menyampaikan mauidhoh hasanah di acara Haul Akbar Pacitan ke-167 KH. Abdul Manan Dipomenggolo

“Pemahaman ilmu-ilmu Islam untuk istinbatu al-Ahkam keindonesiaan ialah dari Syekh Mahfudz, dan generasi kedua Kiai Dimyati. Pemahaman agama yang tadbiqi aktualiasasi langsung kalau tidak dari dua tokoh ini akan terasa rumit,” imbuh beliau.

Di samping itu, Gus Qoyyum bercerita, bahwa dari Syekh Mahfudz, KH Hasyim Asy’ari memberi nasehat kepada KH Manshur Kholil ayah Gus Qoyyum, jika ziarah kubur ulama jangan meninggalkan ngaji Shohih Bukhori agar nyambung cahaya ilmunya. Jadi ilmu yang dibaca di kuburan ulama bisa menyebabkan futuh (terbuka) sehingga tidak cukup tahlil dan al-Quran saja yang dibaca.

“Dari ayah saya (KH Manshur Kholil), dawuh KH Hasyim Asy’ari, begini ‘bocah pondok-pondok ojo podo ngaji ndisor bedug, sebab iku ono rombongan jin soko Iraq podo ngaji’ (Santri-santri jangan mengaji di bawah bedug masjid Tebuireng, sebab ada rombongan jin dari Iraq ikut mengaji) kata Kiai Hasyim saat ngaji Shohih Bukhori,” cerita Gus Qoyyum.

Gus Qoyyum menambahkan, ketika mengarang kitab mauhabah dzi al-fadhl hasyisyah turmusi, KH. Kholil Lasem ikut menulis, Syekh Mahfudz tidak pernah membawa buku perpustakaan tetapi hafal kitab-kitab rujukan beserta redaksinya, itu karena bersihnya hati.

 

KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) saat memberi dawuh di Haul Akbar Pacitan ke-167 KH. Abdul Manan Dipomenggolo.

Setelah mauidhah, berlanjut dawuh dari KH. Abdul Hakim Mahfudz, beliau menambahkan penjelasan dari Gus Qoyyum.

“Siapapun yang hatinya bersih, bisa nyambung dengan orang yang hidup selisih sekian lama,” ungkap KH Abdul Hakim Mahfudz menceritakan perihal dialog nabi Muhammad dan Nabi Musa saat isra’ mi’raj.

Menurut Gus Kikin, sapaan akrabnya, meskipun ilmu kita sekarang sedikit tetapi ukhuwah masih terjaga. Kita perkuat ukhuwah ini insyaallah akan tetap dalam lindungan Allah Swt.

Sebelumnya, serangkaian acara terlaksana mulai dari Kirab Panji Negoro di alun-alun sampai maqbaroh Semanten, tahlil, manaqib, maulidurrasul, dan sema’an al-Quran di masjid Baitul Millah Semanten.

Baca Juga: Manakib KH Abdul Manan Dipomenggolo (1), Ulama Pelopor dari Pacitan


Pewarta: Alambudi