Oleh: Ika Fera Humaeroh*

Sejak  bulan Maret tahun 2020 lalu, masyarakat Indonesia dicemaskan akan datangnya wabah virus Covid-19. Semua orang panik, sebab virus kecil ini sangat mudah menular dan mematikan. 

Sejauh ini, pemerintah Indonesia terus memaksimalkan usahanya untuk memutus mata rantai virus corona. Mulai dari pendataan, penyuluhan, isolasi mandiri, social distancing, jaminan terhadap kesejahteraan rakyat terdampak, program #dirumahaja, lockdown daerah, hingga PSBB yang baru diberlakukan di bulan April 2020.

Namun, masih terdapat kenaikan yang signifikan terhadap kasus konfirmasi positif, maupun pasien yang meninggal dunia akibat virus ini di Indonesia. Di masa yang seperti ini, kesadaran dan kerja sama warga sangat dibutuhkan.

Mulai dari kesadaran warga dalam mematuhi aturan yang ada, menjaga jarak, tidak mengadakan suatu acara yang melibatkan banyak orang, menjaga diri dengan membiasakan mencuci tangan dan memakai masker, hingga tidak menimbun persediaan masker yang saat ini dibutuhkan.

Majalah Tebuireng

Meskipun, secara berat hati harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan di luar rumah, membatasi melakukan ibadah di luar rumah secara bersama-sama, berhenti mengadakan kegiatan adat yang melibatkan banyak orang, dll.

Bagi warga Indonesia, hal itu dirasa sangat asing karena selama ini warga Indonesia merupakan kesatuan yang berasal dari gotong-royong warganya. Namun, usaha pemutusan rantai ini harus dilakukan agar makhluk baru yang menghebohkan dunia ini segera musnah.

Bahkan untuk bertatap muka di sekolah pun kini tidak dibatasi bahkan beberapa daerah masih banyak yang tidak diperbolehkan, pemerintah lebih menganjurkan untuk melakukan pembelajaran secara daring atau pembelajaran melalui media online.

Hal ini dengan tujuan agar generasi milenial tidak terhalang untuk mencari ilmu hanya karena munculnya virus covid-19 ini. Namun pembelajaran daring semacam ini sangat disayangkan karena kurangnya  memaksimalkan pemahaman belajar, dan tidak semua siswa mempunyai IQU yang cukup tinggi.

Jika siswa mempunyai IQU tinggi mungkin bisa menerima pembelajaran daring, tetapi untuk siswa yang IQU nya kurang itu mengkhawatirkan, bukan tambah pintar melainkan sebaliknya, dan untuk peran orang tua sangatlah berat sekali saat pandemi ini.

Dilihat dari isi pelajaran sangatlah berbeda dengan zamannya orang tua kita sekolah dulu, dan apalagi lulusan orang tua jarang sekali yang lulusan sarjana zaman dulu, lulus SD saja sudah begitu bersyukurnya para orang tua zaman dahulu.

Orang tua yang tidak bisa untuk membantu anaknya mengerjakan tugas, imbasnya anak tidak bisa mengerjakan tugas dari gurunya sehingga nilai yang didapat siswa sangatlah minim sekali, apalagi untuk anak yang tingkat SD mereka bukanya belajar malah asik untuk bermain karena pikiran mereka belajar itu di sekolah bukan di rumah.

Bagi anak-anak kecil, di rumah waktunya bermain maka dari itu sangat sulit sekali untuk menyadarkan siswa tingkat SD akan pentingnya belajar saat pandemi seperti ini.

Semoga pandemi segera berlalu, semoga semua hal termasuk kegiatan belajar mengajar (dunia pendidikan) segera normal lagi di seluruh daerah, dnan tentu semua aktivitas-aktivitas kembali baik.

Meski dengan adanya new normal ini, masyarakat benar-benar butuh menerima kebiasaan baru dengan lebih baik agar semua berjalan lancar seperti sediakala.

*Mahasiswa Unhasy Jombang.