Dr. M. Habib Chirzin memberikan testimoni sebagai sahabat dan karib Gus Dur dalam Haul Sang Guru Bangsa di Tebuireng, Sabtu (07/01/2017). (Foto: Deka)

tebuireng.online—Menjadi pembicara dalam Haul ke-7 KH. Abdurrahman Wahid, Dr. M. Habib Chirzin menyampaikan banyak memoriam bersama Gus Dur. Kawan akrab Gus Dur ini membuka sambutannya dengan pernyataan bahwa Gus Dur ibarat buku yang terbuka dan bisa dibaca secara urut.

Bagi Dosen Universitas Gajah Mada (UGM) ini, ungkapan itu cocok disematkan kepada Gus Dur yang mampu menterjemahkan secara operasional, implementatif, bahkan secara kultural dalam bentuk pembangunan,  hasil pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari (agamis) dan Bung karno (nasionalis) yang telah menanamkan dasar-dasar yang fundamental.

“Saya tidak bisa membayangkan Indonesia seperti sekarang ini dalam keharmonisan antara umat beragama, nasionalisme, dan keindonesiaan bahkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa sentuhan dan perawatan Gus Dur. Dan keharmonisan itu lah hasil tanaman nilai nilai yang disemaikan oleh Gus Dur,” ungkap intelektual Muhammadiyah tersebut.

Menurut Habib Chirzin, Gus Dur memberikan terobosan dalam pembangunan baik agama, sosial, ekonomi maupun budaya. Gus dur mampu menjadikan bahasa agama menjadi bahasa pembangunan, lanjut beliau, sebab sebelumnya di mata rakyat pembangunan dan agama merupakan hal berbeda. Namun, hal ini berubah ketika pembangunan memperoleh partisipasi rakyat setelah menjadi simbol agama bagi  rakyat dengan berpikir “apa maknanya bagi kami?”, “Sehingga bahasa rakyat adalah bahasa agama,” kata Habib Chirzin.

“Pembangunan memperoleh partisipasinya, ketika dihayati oleh umat beragama sebagai bagian penyelamat, ibadah, dan upaya mensejahterakan umatnya,” lanjut alumnus Pondok Mondern Darussalam Gontor tersebut.

Majalah Tebuireng

Setelah membahasa tentang keberhasilan Gus Dur dalam pembangunan, Presiden Forum on Peace, Human Security and Development Studies ini menceritakan tentang perjalannya bersama Gus Dur pada tahun 1977 dalam agenda Asia Pasifik. Habib Chirzin mengungkapkan pengalaman dan kedekatannya bersama Gus Dur hingga rencana mereka ingin mendirikan pusat studi islam kewilayahan yang nantinya akan mengadakan kajian keislaman Asia Tenggara dan Timur serta keislaman di berbagai wilayah lainnya.

Selain itu, Habib Chirzin juga mengapresiasi semangat belajar Gus Dur yang tiada henti. Ia mengungkapkan pada tahun 2003, ia bersama Gus Dur diundang UNESCO di Paris. Namun Gus Dur pulang terlebih dahulu, sebab diminta menjadi saksi nikah anak Pak Anwar Ibrahim, sementara itu Ibu Shinta Nuriyah juga akan ke Amerika untuk mengunjungi putrinya yang studi di sana. Sebelum pulang, Gus Dur berpesan untuk dibelikan kaset 13 bahasa yang belum beliau kuasai. Kaset bahasa itu akan dipelajari Gus Dur nantinya dengan waktu 1 tahun untuk 1 bahasa. Hal itu, dikenang Habib Chirzin sebagai inspirasi dalam spirit belajar, yang tak mengenal umur, waktu dan tempat.


Pewarta:    Fatimatuz Zahro

Editor:      M. Abror Rosyidin

Publisher: M. Abror Rosyidin