disiplin
www.waspada.co.id

Sosok Kiai Hasyim merupakan salah satu tokoh figure ulama yang banyak mengukir prestasi dalam kehidupannya. Putera Kiai Asy’ari, dari keras ini, tidak saja sukses menguasai berbagai ilmu pengetahuan, mengembangkan, dan menyebarluaskannya, namun juga berhasil dalam melahirkan generasi emas. Yang memiliki andil besar bagi kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Beragama. Dari keturunannya, mulai Kiai Wahid Hasyim, hingga cucu-cucunya meraih kesuksesan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti halnya, Gus Dur. Seorang yang terkenal, multitalenta di abad modern ini.  Lantas, apa yang menjadi kesuksesan bagi seorang Kiai Hasyim. Penting, sekiranya kita telisik lebih dalam. Sehingga, berbagai rahasia kesuksesan beliau dapat kita ketahui dan kemudian dapat dijadikan sebuah pelajaran. Tak mustahil, jika kita mau mencontohnya, dapat membuka jalan kesuksesan bagi kita semua.

 

Diceritakan, bahwa salah satu rahasia kesuksesan Kiai Hasim dalam kehidupannya, yakni sangat menghargai waktu.  Setiap harinya beliau memulai pekerjaan pada pukul 06:00 pagi, yaitu setelah kembali dari masjid. Pada saat itu beliau memberikan tugas pekerjaan kepada para karyawan(kuli) yang telah menanti di rumah beliau. Pada jam 06:30 pagi biasanya beliau sudah mulai mengajar untuk santri yang sudah lanjut sampai jam 08:00, setelah istirahat kemudian dimulai lagi jam 08:30 sampai jam 10:00. Jika kebetulan beliau tidak puasa, maka baru minum air kopi dengan susu secangkir.

 

 Dari jam 10:00 hingga jam 11:30 siang beliau mengerjakan tugas-tugas lain, seperti pergi ke sawah, menerima tamu, membaca, mengarang, dan lain-lain. Jam 11:30 siang beliau tidur sebentar, kemudian jam 12:30 shalat zhuhur di masjid. Jam 13:30 beliau mulai mengajar lagi di masjid hingga jam 15:30. Jam 15:30 beliau memeriksa pekerjaan kuli-kuli dan tukang, lalu mandi. Pada jam 16:00 beliau pergi ke masjid, sesudah shalat dari 16:30 sampai jam 17:30 mengajar di masjid. Sesudah itu, sambil menunggu datangnya waktu shalat Maghrib, beliau menelaah kitab-kitab.

Majalah Tebuireng

Selesai shalat maghrib beliau menerima tamu yang biasanya terdiri dari para wali santri yang datang dari luar kota, seperti daerah Kalimantan, Bima, Sumatera, Madura, Bali, Jakarta, Jogjakarta, Solo, Banyumas, Pasuruan, Surabaya, Malang, Madiun, Kediri, dll.  Selesai shalat Isya’ beliau mengajar hingga pukul 23:00. Pada jam itulah beliau baru sempat makan, karena pada siang hari beliau jarang makan, walaupun dalam keadaan tidak berpuasa. Kecuali bila ada tamu yang perlu dihormati maka siang jam 01:00 malam beliau baru mulai tidur, tetapi itu pun tidak lama karena menjelang jam 04:00 pagi beliau sudah mulai bangun untuk shalat dan membaca al-Qur’an. Seminggu dua kali beliau tidak mengajar, yaitu hari Selasa dan Jum’at. Biasanya pada waktu istirahat inilah beliau pergi ke sawahnya di desa Jombok yang terletak sekitar 10 km di selatan desa Tebuireng untuk memeriksannya.”(“Ahmad Musyafiq, Reformasi Tasawuf KH. M. Hasyim Asy Ari(1871-1947) laporan penelitian individual, Semarang, IAIN Walisongo, 2011, hal.23-24.”)

 

Dari penuturan cerita diatas setidaknya dapat kita bongkar salah satu dari rahasia kesuksesan hidup Kiai Hasyim Asy’ari, yakni, kedisiplinan waktu. Betapa KH. Hasyim Asy’ari sangat displin dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Dan, menghargai waktu yang diberikan Tuhan dengan sebaik-baiknya. Tanpa sedikit pun beliau menggunakan waktunya untuk hal yang tak bermanfaat. Seluruh hidupnya ia dedikasikan kepada keluarga, santri, umat, dan bangsa. Melalui pendidikan di Pesantren Tebuireng, membantu mencerdaskan SDM bangsa Indonesia. Konon, santri-santrinya yang sukses menjadi ulama berjumlah 20.000 orang. Tentunya, jasanya sangat besar bagi bangsa dan umat Islam. Wajar, jika beliau mendapatkan predikat Syaikh(Maha Guru) dari para ulama.

Menurut anggapan saya, disiplin waktu yang diterapkan Kiai Hasyim Asy’ari, sesuai dengan Firman Tuhan yang artinya.”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.”(Qs: 6:162) Selain itu, juga dalam firman lainnya.”Maka apabila kamu telah selesai(dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh(urusan) yang lain.”(QS: 94:7)

Selama ini, seringkali waktu kita habis memikirkan, mengerjakan, mengamalkan sesuatu hal yang jauh dari kemanfaatan maupun kemaknaaan hidup. Akhirnya, apa yang dikerjakannya hanya sekedar menghabiskan umur semata. Barulah, setelah tua  menyadari, bahwa apa yang telah dikerjakannya sia-sia. Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw juga pernah memberikan nasihat kepada umatnya, ”Sebelum kedua telapak kaki seseorang menetap di hari kiamat akan ditanyakan tentang empat hal terlebih dahulu. Pertama, tentang umurnya untuk apa dihabiskan. Kedua, tentang masa mudanya untuk apa digunakannya. Ketiga, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apakah dibelanjakannya. Dan, keempat, tentang ilmunya, apa saja yang ia amalkan dengan ilmunya.”(HR. Bukhari-Muslim)

Ditengah kondisi seperti sekarang ini, dimana gonjang-ganjing kehidupan yang cukup dahsyat. Dari mulai masalah perekonomian bangsa yang juga semakin terpuruk, politik yang tak sehat, budaya yang keblabasan, tekhnologi dan informasi yang sangat hebat, dll. Ikut serta mengguncang kehidupan seseorang. Diakui maupun tidak, seseorang harus mampu berdaptasi dan berdikari. Jika tidak tahan dengan situasi dan kondisi yang sedemkikan dahsyat, maka akan membuat seseorang galau, stres, dan depresi dalam menghadapi kehidupannya. Tak pelak, keimanan pun mudah goyah. Nah, inilah yang paling dikhawatirkan.

Sekiranya, untuk menjalani kehidupan yang bermakna menjadi penting. Dengan menghargai waktu yang diberikan oleh Tuhan, untuk segala sesuatu hal yang bermakna dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain menjadi suatu keharusan. Paling tidak, jika kita berharap untuk sukses di masa tua, maka mau bekerja keras menghargai waktu. Kalaupun, sudah sukses di masa tua harus mampu memberikan pengabdian kepada Tuhan dan sesamanya setulus-tulusnya. Misalnya, membantu mengangkat derajat kaum miskin dan mencerdaskan generasi bangsa melalui banyak hal, baik itu lembaga pendidikan formal dan non formal ataupun lainnya. Mengingat, pertanggungjawaban hidup, kelak dihadapan Tuhan akan dimintai. Diingatkan pula dalam Firman Allah, Demi masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.(QS: 103:1-3) Semoga bermanfaat!!!

Ahmad Faozan, ST.

Pendiri Sanggar Kepoedang (Komunitas Penulis Muda Tebuireng)