ilustrasi: www.google.com

Oleh: Luluatul Mabruroh*

عليكم بالسكوت وملازمة البيوت ورضى بالقوت حتى عن تموت

Seharusnya engkau diam, tinggal menetap dalam rumah, cukup dengan makanan seadanya hingga engkau wafat.” (Sufyan ats-Tsauri)

Atsar tersebut bukan hanya sekadar anjuran untuk umat Islam agar menjadi orang yang pasif sehingga harus tinggal di dalam rumah dan dijadikan alasan untuk bermalas-malasan, bukan. Sebab atsar tersebur tidak hanya dimaknai secara leksikal, namun memiliki makna yang lebih dalam.

KH. Maimoen Zubair, sering menyampaikan dalam ceramahnya tentang Atsar Sufyan ats-Tsauri tersebut dan mengaitkannya dengan persoalan sekterianisme, politik Islam, dan masalah sosial yang kini sedang memecah belah umat dengan pertengkaran-pertengkaran mengenai persoalan yang seharusnya tak perlu diperdebatkan. Termasuk diantara persoalan agama yang tidak bisa diotak-atik secara logika yang menghilangkan peran iman.

Majalah Tebuireng

Fitnah dan perang pemikiran sedang gencar-gencarnya disebarluaskan untuk membingungkan umat dan menjebak dalam perselisihan internal, sehingga umat tak lagi mampu berkontribusi dalam kebaikan-kebaikan antar sesama sebab terlalu sibuk mempermasalahkan hal-hal sepele.

KH. Maimoen Zubair pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa umat tidak perlu menyangsikan mengapa Ali harus terbunuh dalam pertempuran melawan Muu’awiyah dan tak perlu mengecam Mu’awiyah yang memenangkan pertandingan. Sebab Ali adalah satu diantara 4 sahabat terkasih Rasulullah dan Mu’awiyah telah berjasa memperluas area pemerintahan Islam.

Begitu pun Mbah Maimoen memberikan nasihat bahwa tidak seharusnya pendidikan salaf dihilangkan namun jangan sampai menjelek-jelekkan perkembangan pendidikan yang ada sekarang. Sebab semua hal adalah dari Allah. Hal tersebut memberikan pengertian, bahwa sebagai muslim yang baik tak perlu kiranya berbelit-belit mempertanyakan hal-hal yang melahirkan perselisihan dan menyebabkan diri dengan diam serta memperbanyak menyebarkan kebaikan-kebaikan.

Hal ini pulalah yang akan melahirkan tenggang rasa dan toleransi di tengah masyarakat Indonesia yang memang rentan dengan pertengkaran akibat perbedaan agama, suku, maupun bahasa. Maka cukup, diam dalam kebaikan atau berbicara untuk kebenaran.

*Santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.