KH. Junaidi Hidayat saat menjadi khotib shalat Jumat di Masjid Pondok Putra Tebuireng
KH. Junaidi Hidayat saat menjadi khotib shalat Jumat di Masjid Pondok Putra Tebuireng

Oleh: KH. Djunadi Hidayat

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Melalui khotbah ini mari kita mantapkan komitmen dan kesungguhan kita dalam menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Kita jalankan segala hal yang diperintah oleh Allah (المَأْمُوْرَاتُ ). Baik perintah-Nya berupa (الوَاجِبَاتُ) yakni hal-hal yang memang harus kita lakukan. Maupun perintah yang bersifat (المَنْدُوْبَات ) yakni yang perkara-perkara dianjurkan untuk mengerjakannya.

Majalah Tebuireng

Serta kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah (المَنْهْيَات). Baik larangan yang memang harus ditinggalkan, maupun hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan, yakni al-makruhat (dimakruhkan). Hal tersebut menjadi modal bagi kita untuk mendapatkan kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat. Insya Allah, jika kita melakukannya, maka memperoleh kebahagiaan dalam dunia dan akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Ada sistem syariat yang diturunkan oleh Allah untuk jadi pedoman bagi umatnya. Agar mereka terus bisa membangun kualitas kehidupan ini. Entah syariat yang bersifat ibadah mahdhah—ibadah tuntunan; menyangkut syarat dan rukun—atau pun ghairu mahdhah—ibadah pelengkap sebagai bentuk kesadaran yang dibangun dari ibadah mahdhah. Segala sisi kehidupan yang sifatnya mubah itu bisa bernilai ibadah, inilah yang disebut ghairu mahdhah.

Ada pilihan yang diberikan oleh Allah dalam hidup untuk memilih menjadikan hal mubah menjadi ibadah, atau tidak. Entah itu dalam dunia kerja, bermasyarakat, politik, semuanya dapat bernilai ibadah dengan ilmu dan pedoman agama. Karena al-mubahat ibadatun bi al-niyyat; segala bentuk hal mubah itu dapat bernilai ibadah dengan motivasi/dorongan sesuai pedoman agama.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Ketika kita berbicara tentang ibadah haji. Ibadah haji ini di-qayyid-i (diberi ketentuan) oleh Allah dengan lafadz man istatha’a ilaihi sabila (seseorang yang mampu); kemampuan ini adalah ketentuan Allah. Wilayah yang mampu menentukan seorang hamba “mampu atau tidak” merupakan wilayah Allah sebagai hak prerogatif. Oleh karena itu, kita tidak mampu semata-mata melogika dengan hitungan akal mengenai kemampuan seseorang untuk berangkat haji.

Ibadah haji itu membutuhkan banyak perangkat, fasilitas, perantara yang harus dipenuhi. Harus ada campur tangan negara untuk memenuhinya, sebab menyangkut perjalanan yang begitu jauh. Harus ada yang berurusan tentang kendaraan, keamanan. Otomatis di sana dibutuhkan begitu banyak keterlibatan semua aspek agar terwujud ibadah haji.

Tetapi sesungguhnya dalam haji ada sekian macam perangkat yang seharusnya umat Islam mempunyai komitmen dan kemampuan menyediakan serta mempersiapkan akan segala hal yang dibutuhkan oleh haji. Artinya orang Islam itu didorong untuk mencari rezeki yang semaksimal mungkin, tapi untuk akhirat. Ada dorongan pada kita untuk punya kemampuan teknologi sebagai bentuk transportasi—misalnya—sebagai penunjang keberangkatan haji. Meskipun untuk menilai kemampuan seseorang itu sanggup ibadah Haji merupakan hak prerogatif Allah, namun ada dorongan untuk mengusahakan wasilah-wasilah duniawi itu agar menghasilkan maksud ukhrawi.

Dalam kasus haji paling tidak ada anjuran kepada umat Islam. Yakni anjuran umat Islam agar menguasi teknologi, sains, managemen, diplomasi politik, hubungan antar negara, mengelola transportasi, sistem ekonomi. Agar umat Islam terus bisa melaksanakan perintah ibadah yang dimaksud.

Oleh karena itu, dunia harus kita tempatkan pada posisi yang proposional. Dunia tidak boleh kita cela, tidak juga kita dewa-dewakan dan agung-agungkan. Dunia akan menjadi mulia ketika kita raih untuk kehidupan akhirat. Dunia harus kita jadikan tempat berladang kebaikan (mazra’ah al-akhirah), bukan dunia untuk dunia, tetapi dunia untuk akhirat.

Maka, kita berusaha terus untuk berilmu dalam bidang apa pun; teknologi, ibadah, managemen, politik. Agar kita dapat menyempurnakan perintah Allah sebagai Abdullah maupun sebagai Khalifah di bumi ini.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ 
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ 
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Pentranskrip: Yuniar Indra Yahya