Sumber gambar: https://www.liputan6.com

Oleh: Silmi Adawiyah*

Tarian sufi yang dikenal juga sebagai “the darwishes’ whirling” merupakan salah satu jalan di antara banyak jalan untuk menumbuhkan rasa kasih. Tarian ini dipopulerkan oleh kelompok Mevlevi Order yang dipimpin oleh Sang Maestro, Jalaluddin Rumi (1207-1273) ratusan tahun yang lalu.

Tarian sufi tersebut diletakkan dengan ajaran sufistik dalam Islam. Sehingga harapan dari tarian sufi sendiri adalah bisa menggapai kesempurnaan pada imannya, menghapus nafsu, ego, dan hasrat pribadi dalam hidupnya. Sebab itu tak jarang dari masyarakat menyebut tarian sufi tersebut sebagai meditasi diri.

Tidak ada dalil khusus dalam Al Quran yang menyebutkan secara implisit tentang tarian yang dilakukan para kaum sufi tersebut, akan tetapi para sufi bersandar pada QS Ali Imran ayat 190-191 yang berbunyi:


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَاب الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِِ

Majalah Tebuireng

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Menurut Muhammad Jamaluddin Al-Qishi, ayat tersebut menunjukkan bahwa berzikir kepada Allah tidak melihat waktu dan tempat, akan tetapi hati mampu menghadirkan kehadiran Allah pada waktu zikir. Yaitu dengan rasa kedekatan antara seorang hamba dengan Tuhan pada waktu berzikir.

Begitupun dengan Syaikh Nawawi Al Bantani yang menafsirakn bahwa ayat tersebut melukiskan orag yang tidak pernah lalai kepada Allah dalam setiap waktunya untuk menenangkan hatinya dengan berzikir. Adapaun yang dimaksud dengan berzikir disini adalah mutlah hanya untuk Allah, sama seperti halnya dari segi Dzat maupun sifat dan perbuatanNya. Nabi bersabda:

من احب أن يرتع في رياض الجنة فليكثر ذكر الله

“Barang siapa yang cinta dalam mendapatkan surga-Nya, maka perbanyaklah zikir kepada Allah.”

Sayyid Rasyid Ridha dalam tafsir Al Manna menerangkan bahwa yang dimaksud zikir dalam konteks di atas adalah zikir hati, yaitu meghadirkan Allah dalam dirinya serta memikirkan keutaman dan kenikmatanNya dalam berdiri, duduk, dan berbaring.

Ayat dan hadis yang disebutkan tadi cukup menjadi saksi jika berzikir dengan melalui tarian sufi adalah diperbolehkan. Mereka berputar dalam tarian sebab sesuatu rasa nikmat yang mereka rasakan pada waktu zikir yang timnul dalam hati mereka ketika mengingat Allah. Pada hakikatnya, mereka melakukan seluruh praktik zikir bermuara kepada hadirat Ilahi.

*Penulis adalah alumnus Unhasy Tebuireng dan Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Jakarta.