sumber ilustrasi: google.com

Oleh: Dimas Setyawan*

Salah satu hal yang diajarkan oleh Nabi Muhammad terhadap para umatnya ialah hidup sederhana. Hidup sederhana di sini dapat diartikan sebagai hidup yang berkecukupan, dari segi finasial dan lain sebagainya. Kehidupan sederhana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad pula menginformasikan kepada kita semua, bahwa sosok manusia yang paling mulia di atas bumi, tidaklah sama pada umumnya raja-raja dari berbegai kerajaan yang justru lebih sering memamerkan harta kekayaan dan kekuasaannya.

Adapun dalam bentuk kesederhanaan Nabi Muhammad, telah digambarkan pada sebuah hadis yang berbunyi;

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ « إِنَّا كُنَّا آلَ مُحَمَّدٍ لَنَمْكُثُ شَهْرًا مَا نَسْتَوْقِدُ نَاراً مَا هُوَ إِذَا الْتَّمْرُ وَالْمَاءُ

Aisyah Radiyalllahu Anha sesungguhnya dia berkata: Sesungguhnya keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyalakan api selama sebulan penuh, dan tidak ada apapun selain kurma dan air.

Majalah Tebuireng

Hadis tersebut menggambarkan kehidupan Rasululllah, keluarga serta sahabatnya yang sangat sederhana, zuhud terhadap gemerlapnya isi dunia. Makanan dan minuman yang tersedia di dalam rumah nya hanya dua jenis yang sama-sama berwarna hitam yakni kurma dan air saja. Kurma hitam yang di maksud umum nya berasal dari Madinah, dan disebut sebagai kurma Madinah, dan penyebutan air yang berwarna hitam karena di nisbatkan terhadap kurma Madinah yang berwarna hitam tersebut, penyebutan secara berpasang-pasangan inilah yang masyhur terjadi di kalangan masyarakat Arab di sana.

Di dalam rumah mereka pun jarang menyalakan api untuk kebutuhan memasak seperti roti dan daging, karena mereka hdup dalam keadaan yang sangat kekurangan tetapi hal tersebut lantas tidak menjadikan nya kufur terhadap nikma-nikmat Allah yang lain. Bahkan hal tersebut sebagai bentuk implementasi terhadap karunia banyak yang telah di berikan oleh Allah kepada mereka diantaranya adalah nikmat kesehatan, iman, dan banyak rizqi dalam bentuk lain[1]. Hal tersebut selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Q.S. At-Takatsur ayat 8 yang berbunyi:

ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ

Artinya: Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) – {Q.S.At-Takatsur:8}

Kemudian kalian akan ditanya pada hari kiamat tentang nikmat yang Allah ﷻ karuniakan kepada kalian ketika di dunia, kesyukuran kalian terhadap nikmat Allah ﷻ akan dipertanggungjawabkan pada hari itu, Allah ﷻ melimpahkan nikmat sehat kepada kalian, dan melimpahkan rezeki yang banyak, nikmat keamanan dan ketenangan, dan sesungguhnya jika seandainya nikmat itu kalian hitung tidak akan selesai perkaranya, Allah ﷻ berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: (Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) – [An-Nahl: 18]

Semua nikmat yang kalian dapatkan didunia tidak akan dilupakan, karena semua nikmat itu akan di tanya pada hari kiamat.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ

Pada ayat ini terdapat huruf qosam (huruf yang dipakai untuk sumpah) dan huruf nun pada akhir kata ( لَتُسْأَلُنَّ ) yang digunakan dalam bahasa arab untuk menekankan makna suatu perkara, yang di maksud kedua huruf ini adalah bahwasanya perkara ini benar-benar akan terjadi, nikmat yang Allah karuniakan kepada hambanya benar-benar akan ditanya.

*Alumnus Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.


[1] Ustadz Doktor Musa Shahin Laasyin, Fathul Mun’im Syarh Shohih Muslim,  (Dar al-Syuruq, cetakan 1, 1423-2022 H) juz 10 , halaman 581