KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah (baju putih) saat mengisi Mimbar Pesantren dan Seminar Nasional di STAI al Hikmah Tuban pada Sabtu (16/12/2017). (Foto: Amin Zen)

Tebuireng.online– Adanya perbedaan dalam menafsirkan QS. Al-Maidah ayat 51 terkait boleh dan tidaknya memilih pemimpin non muslim, Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid mengatakan bahwa persoalan tersebut harus disikapi dengan sikap toleran, yakni menghargai keyakinan dalam beragama.

“Kalau ada orang Islam meyakini bahwa tidak boleh memilih pemimpin non muslim, apakah tidak toleran? Menurut saya toleran,” jelas Gus Sholah ketika menjadi narasumber acara Mimbar Pesantren dan Seminar Nasional di STAI al Hikmah Tuban, Sabtu (16/12/2017).

Dulu salah satu syarat menjadi calon Presiden Indonesia, menurut beliau, salah satunya adalah harus beragama Islam (muslim). Namun karena ada penolakan, akhirnya ditolerir siapapun berhak menjadi calon presiden. “Tidak betul kalau muslim yang tidak memilih non muslim dituduh tidak toleran,” jelas beliau.

Begitu juga, lanjut beliau, tidak betul muslim yang memilih non muslim dikatakan munafik. “Yang berhak menghakimi itu Allah. Kalau anda membuat pendapat seperti itu untuk diri anda sendiri saya setuju. Tapi kalau untuk orang lain saya tidak setuju. Anda tidak mempunyai hak untuk menghakimi orang lain,” terang mantan Ketua PBNU itu.

Kebinekaan, kemajemukan menurut Gus Sholah tidak bisa dilepaskan dari toleransi. “Toleransi adalah menghargai perbedaan, kemajemukan, keragaman. Perbedaan agama, warna kulit, etnis, suku, itu kita hargai. Perbedaan pendapat dalam satu agama, saya pikir itu yang terlupakan,” tambah ayah pengusaha periklanan, Ipang Wahid itu.

Majalah Tebuireng

“Apakah Islam sangat toleran? Jelas, Islam sangat menghargai perbedaan pendapat. Kita mempersilahkan umat Islam yang berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah untuk memilih imam empat itu,” terang beliau dengan jelas.

Gus Sholah menilai, hal Itu juga yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan Piagam Madinahnya, yang mengayomi non-muslim sekalipun. Sama halnya dengan Sayyidina Umar bin Khattab dengan Perjanjian Ailiyah nya, yaitu perjanjian dengan kaum Nasrani.

“Sayyidina Umar dalam pemerintahan Islam menjamin keselamatan kaum Nasrani, beribadahnya, gerejanya, semua isinya. Jadi kita sudah diberikan contoh,” terang alumnus arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun, Gus Sholah menegaskan bahwa toleransi yang dimaksud dalam ranah sosial bukan aqidah. “Yang namanya toleransi hanya menyangkut sosial (atau) muamalah, (tidak pada aqidah, red),” pungkas kiai yang sekarang dipercaya menjadi anggota Dewan Etik Mahkamah Kosntitusi (MK).


Pewarta:            Rif’atuz Zuhro

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin