Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin foto bersama Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz di Ndalem Kasepuhan Tebuireng.

Tebuireng.online– Wakil Presiden Indonesia, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin berkunjung ke Tebuireng. Kunjungan itu dalam rangka menghadiri seminar Nasional Ikatan Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) pada 4/06/22. Sebagai alumni beliau merasa sangat bahagia bisa hadir dalam HBH Ikapete.

“Saya mengakui bahwa kedudukan saya di posisi nasional merupakan keberkahan dari pesantren Tebuireng. Saya bukan yang terbaik, namun ini adalah berkah KH. M. Hasyim Asy’ari,” ungkapnya.

Yang diketahui oleh Ma’ruf Amin, KH. M. Hasyim Asy’ari memang dikenal memperjuangkan para ulama sejak dari dulu. Sebuah perjuangan yang berdasar Ahlusunnah wal Jamaah. Sebab hanya pemikiran itu yang mampu menjaga Islam dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang. Beliau orang yang luar biasa, namun beliau merasa tidak mampu menjalankannya sendirian. Itulah salah satu kehebatan ulama Indonesia. Sampai-sampai kaum muslim lain belajar ke sini.

“Belum lama ini saya didatangi oleh Majelis Khuthaba’ al-Muslimin. Yaitu organisasi cendekiawan muslim dunia. Yang diketuai oleh Rektor Al-Azhar. Beliau ingin belajar kepada Indonesia tentang kekuatan toleransi. Jadi bukan saatnya bahasa Arab dialihkan ke bahasa Indonesia. Namun, sebaliknya bahasa Indonesia lah yang harusnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab,” kata Ma’ruf Amin.

Sikap yang dibawakan oleh para ulama Indonesia, yakni Tawassuthiyyah (tengah) dan Tathawwuriyah (dinamis) statis/konservatif terhadap teks itu salah satu kebodohan dalam beragama. Itulah yang mampu menjadi tameng terhadap keutuhan bangsa. Yang paling menarik dibahas pada saat ini adalah soal kenegaraan. Satu kelompok yang condong terhadap nasionalisme menolak keislaman di negara ini. Kelompok lain yang condong terhadap negara agama islam kaffah menolak kebangsaan.

Majalah Tebuireng
Wapre RI, mendapat sambutan di Pesantren Tebuireng.

“Bagi saya di Indonesia adalah Islam Mitsaq al-Wathaniy (negara “Islam” yang punya kesekapatan terhadap negara). Maka dari itu ketika ditanya “khilafah”, maka saya jawab tidak ditolak tapi tertolak secara otomatis karena tidak sesuai kesepakaran pendiri bangsa,” pungkasnya.

Pewarta: Yuniar Indra