Foto : wikimapia.org

Reruntuhan Ubar telah terkubur di bawah gurun pasir yang sangat dalam.

Nabi Hud AS adalah seorang Rasul yang diutus oleh Allah Swt kepada kaumnya, yakni ‘Ad untuk menyembah dan beriman kepada Allah dan tidak menyekutukannya. Namun, umatnya justru menanggapinya dengan rasa permusuhan dan tidak senang. Bahkan, mereka menganggap, Nabi Hud sebagai manusia biasa yang tak mempunya kelebihan apapun dibandingkan mereka. Nabi Hud dianggap sebagai pembohong, bodoh, dan telah mengubah kebiasaan yang telah dilakukan oleh para leluhurnya dahulu.

“…dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS Hud [11]:50)

Namun, umatnya tak pernah menerima dakwah yang disampaikan oleh Hud. Selama bertahun-tahun, kaumnya ini selalu saja membangkang dan menolak dakwah Nabi Hud AS.

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?. Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu. kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagikehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi.” (QS Al-Mu’minun [23] : 33-37)

Majalah Tebuireng

Kaumnya ini tetap saja enggan menerima dakwah Nabi Hud AS. Hingga akhirnya, Allah menimpakan azab kepada mereka. Dalam Al-Qur’an dijelaskan, kehancuran kaum Nabi Hud AS ini disebabkan oleh angin (topan) yang lebat dan berlangsung selama tujuh malam delapan hari.

“Adapun kaum ‘Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka.” (QS Al-Haaqqah [69] : 6-8).

BUKTI ARKEOLOGIS

Setelah sekian ribu tahun lamanya, akhirnya para peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap kemungkinan ditemukannya berbagai peninggalan umat Nabi Hud dan sisa-sisa dari bangsa ‘Ad tersebut.

Dalam berbagai upaya yang dilakukan, sejumlah peneliti mulai menemukan tanda-tanda sebagian umat terdahulu ini. Tahun 1990, beberapa koran terkemuka di dunia, melaporkan temuan salah seorang peneliti yang bernama Nicholas Clapp, seorang arkeolog.

Sejumlah media memberitakan keberadaan kaum ‘Ad ini dengan headline besar. Dan seperti dikutip di situs www.islamicity.com, berita-berita tersebut di antaranya menulis Fabled Lost Arabian City Found (Kota Legenda Arabia yang Hilang Telah Ditemukann), ada pula yang menuliskan Arabian City of Legend Found (Kota Legenda Arabia yang Ditemukan), dan The Atlantis of The Sands, Ubar (Ubar, Atlantis di Padang Pasir) dan lain sebagainya.

Dalam penelitiannya, Nicholas Clapp menyandarkan pada buku-buku sejarah Arab yang merujuk pada keterangan Al-Qur’an dan karya peneliti Inggris bernama Bertram Thomas dengan judul Arabia Felix.

Arabia Felix adalah sebuah ungkapan yang diberikan penguasa Romawi untuk bagian selatan semenanjung Arabia yang berarti Arabia yang beruntung.

Dinamakan demikian, karena keberadaan dan letaknya yang sangat strategis telah menjadi perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dengan tempat-tempat di utara semenanjung Arab. Dan orang-orang yang tinggal di daerah ini, mampu memproduksi dan mendistribusikan ‘frankincense’ (seperti gaharu, pen,), sejenis getah wangi dari pohon yang sangat langka. Digunakan sebagai dupa dalam berbagai ritus keagamaan. Dan tanaman ini pada saat itu, harganya sebanding dengan emas.

Dai ayat Al-Qur’an dan buku karangan Thomas ini, Nicholas Clapp menelusuri jejak sebuah kota kuno dibagian selatan semenanjung Arabia (termasuk Yaman dan Oman), bernama Ubar yang disebutkan dalam dongen suku Badui.

Dalam Al-Qur’an, kejadian atau peristiwa yang menghancurkan kaum ‘Ad ini terjadi di Iram, salah satu kota di semenanjung Arabia. Setelah lokasi kota legendaris yang menjadi subyek cerita dongeng Suku Badui ini ditemukan, penggalian dilakukan untuk mengangkat peninggalan dari sebuah kota yang berada dibawah gurun pasir. Irama Dzaati al-Imaad, yang bermakna Kota Seribu Pilar. Menurut Ptolemeus, kota Iram merupakan ibu kota dari Bangsa ‘Ad, kaum penyembah berhala yang hidup pada masa Nabi Hud AS.

Dari sini kemudian ditemukan sejumlah bekas reruntuhan yang diyakini merupakan pilar-pilar dari bangunan menara yang dahulunya dimiliki kaum ‘Ad dan Iram sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Fajr [89] ayat 6-8.

Berdasarkan keterangan dan data-data empirik tersebut, Clapp mencoba dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Ia menemukan bahwa jalan-jalan yang dikatakan oleh suku Badui benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk menyediakan foto atau citra satelit dari daerah tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, Ia berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotrek daerah tersebut.

Selanjutnya, Clapp melanjutkan mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakaan Huntington di California untuk menemukan peta dari daerah tersebut. Ia berhasil menemukan sebuah peta yang digambar oleh Ptolemeus, seorang ahli geografi Yunani-Mesir dari tahun 200 M. Dalam peta ini ditunjukan letak dari kota tua yang ditemukan di daerah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.

Bahkan hasil foto satelit NASA ditunjukkan adanya jejak kafilah yang tidak mungkin dikenali dengan mata telanjang. Setelah membandingkan gambar dari satelit dengan peta tua, akhirnya Clapp berkesimpulan, bahwa jejak-jejak dalam peta tua berhubungan erat dengan gambar satelit. Lalu ia mencari jejak peninggalan sejarah yang kemungkinan di daerah itu dahulunya adalah sebuah kota sebagaimana dongeng suku Badui.

Dari penelitian yang dilakukan Clapp dan gambar-gambar satelit, akhirnya ia berkesimpulan, bahwa Ubar adalah kota tempat kaum ‘Ad bermukim. Apalagi, setelah dilakukan penggalian, kota itu nampak berada dibawah pasir sedalam 12 meter. Yang lebih mengesankan lagi bagi Clapp, sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad ini berupa pilar-pilar bangunan yang tinggi, sebagaimana diisyaratkan Al-Qur’an.

Dr Zarins, seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian, mengatakan bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai  unsur yang menunjukan ke-khas-an kota Ubar, dan selama Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, maka, sejauh ini, hal itu merupakan bukti terkuat bahwa peninggalan sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

PERADABAN MODERN KAUM ‘AD

Salah satu jejak ditemukannya keberadaan peninggalan kaum ‘Ad adalah pilar-pilar bangunan yang tinggi. Kondisi ini menunjukan bahwa sejak zaman dahulu, umat manusia khususnya kaum ‘Ad ini sudah berperadaban sangat maju. Ini dibuktikan dengan pendirian bangunan yang menggunakan pilar sangat tinggi.

Banyak perdebatan mengenai ciri-ciri dari kaum ‘Ad membangun Kota Iram (Ubar), terutama kemajuan peradaban mereka. Sebab, para ahli kesulitan menunjukan bukti sejarah tentang peradaban lama dari bangsa ‘Ad ini.

Menurut sebuah sumber, tidak adanya catatan sejarah mengenai peradaban bangsa ini dikarenakan kaum yang berdiam di Arabia Selatan (Yaman) ini selalu menjaga jarak dengan masyarakat lain yang hidup di Mesopotamia dan Timur Tengah.

Al-Qur’an telah menceritakan kisah kaum ‘Ad ini sejak 14 abad silam. Dalam Al-Qur’an, umat Nabi Hud AS ini dikenal sebagai umat yang sombong. Mereka juga tidak percaya dengan kenabian Hud AS. Mereka menyombongkan diri sebagai kaum yang kuat, tinggi besar perawakan tubuhnya, (QS [41]:15), tinggal di bangunan yang tinggi, istana-istana dan benteng yang dibangun diatas perbukitan (QS [26]: 128-129), suka menyiksa dengan kejam (QS[26]:130), mempunyai banyak turunan, hewan ternak, kebun dan mata air (QS [26]: 133-134).

Kaum ‘Ad diperkirakan hidup antara abad ke-20 sebelum Masehi (SM). Al-Qur’an menyebutkan, kaum ini sesudah kaum Luth dan Tsamud. Kaum Luth  semasa dengan Ibrahim sekitar abad 17-18 SM. Sedangkan Kaum Tsamud sekitar abad ke-8 SM. Mereka (‘Ad) diperkirakan hidup pada tahun 2000 SM. Namun ada pula yang menyatakan abad ke-23 SM, dan 13 SM, sebelum masa Nabi Musa AS.

Adapun ciri-ciri dari peninggalan kaum ‘Ad yang ada di Shabwah adalah tiang-tiang yang sangat rumit. Tiang-tiangnya sangat unik serta menarik dan dibuat model bundar (bulat) serta disusun dalam serambi-serambi melengkung. Orang-orang yang di Shabwah, tampaknya mewarisi gaya arsitektur dari para leluhurnya, kaum ‘Ad. Sedangkan semua situs (tempat) yang ada di Yaman, sejauh ini baru ditemukan memiliki  tiang-tiang monolit berbentuk persegi.

Fotius, Patriach Bizantium dari Konstantinopel pada awal abad ke-9 Masehi, melakukan penelitian tentang orang-orang Arabia Selatan dan aktivitas perdagangan yang mereka lakukan. Penelitian ini didasarkan pada manuskrip Yunani Kuno dan karya Agatharichides (132 SM), tentang Laut Eritrea (Laut Merah).

Fotius menyatakan; “Diwartakan bahwa, mereka (bangsa Arab Selatan) telah membangun banyak tiang berlapis emas atau terbuat dari perak. Ruangan-ruangan di antara tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk dilihat.”

Ia menambahkan, menara-menara itu disebut sebagai bentuk khas kota Ubar dan karena Iram disebut mempunyai menara-menara atau tiang-tiang sebagaimana keterangan Al-Qur’an, Irama Dzaati al-Imaad.

ORANG HADRAMAUT KETURUNAN KAUM ‘AD ?

Orang Hadramaut (Yaman) diduga merupakan anak cucu dan keturunan dari kaum ‘Ad. Dugaan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara mendalam mengenai peradaban yang didirikan kaum ‘Ad, di Ubar, Yaman Selatan.

Harun Yahya dalam situsnya www.harunyahya.com dan www.bangsamusnah.com menyebutkan, di Yaman Selatan ini terdapat empat kaum yang hidup sebelum saat ini. Keempat kaum itu adalah Hadramaut, Sabaean (Saba), Minaean, dan Qatabean.

Keempat kaum ini dalam waktu yang singkat berada pada satu pemerintahan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.

Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki satu periode trasformasi dan kemudian muncul kembali ke panggung sejarah.

Dr Mikhail H Rahman, seorang peneliti dari Unversity of Ohio merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadramaut, Saba dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan.

Seorang penulis Yunani bernama Pliny menghubungkan suku ini sebagai “Adramitai” yang berarti Hadrami. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix- kata benda. Kata benda “Adram” mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I Ram sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.

Ptolemeus seorang ahli geografi Yunani (150-100 SM) menunjukan bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arabia adalah tempat dimana kaum yang disebut “Adramitai” pernah hidup. Daerah yang sampai sekarang dikenal dengan nama “hadramaut”. Ibu kota negara Hadrami, Shabwah terletak di sebelah barat Lembah Hadramaut.

Berbagai legenda tua menyebutkan bahwa makan Nabi Hud yang diutus sebagai nabi kaum “Ad terletak di Hadramaut.

Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadramaut adalah penerus dari kaum “Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites (orang Hadramaut) sebagai “Suku Bangsa yang terkaya di dunia”.

Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu tanaman yang paling berharga pada waktu itu. Mereka telah membangun daerah-daerah baru yang digunakan untuk menanam dan memperluas penggunaannya. Hasil pertanian dari Hadramites lebih banyak daripada  produksi wewangian tersebut di masa kini.

Apa yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakkukan di Shabwah yang dahulunya dikenal sebagai ibu kota Hadramites sangatlah menarik.

Dalam penggalian yang dimulai pada tahun 1975 sangatlah sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur di bawah gurun pasir yang sangat dalam. Temuan yang dihasilkan diakhir penggalian sangat menakjubkan.

Kota tua yang digali adalah merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik yang ditemukan saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok, dinyatakan sebagai lebih luas daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal sebagai bangunan yang sangat menakjubkan.


Disarikan dari buku : “Situs-Situs Dalam Al-Quran : Dari Banjir Nuh Hingga Bukit Thursina”. Karya Syahruddin El-Fikri (2016).