Sumber gambar: emir.co.id

Oleh: Athi Suqya Rohmah*

Ada sebuah kisah cinta yang sangat indah dengan akhir tak terduga. Kisah cinta indah ini diceritakan oleh Dr. Muslema Pulmul melalui ceramah yang diunggah di saluran Youtube Noble Lesson.

Alkisah, seorang sultan sedang membangun sebuah masjid yang sangat megah di tengah kota. Sebuah Grand Mosque yang dibangun sultan untuk para rakyat. Saat pembangunan telah selesai, sang sultan meminta agar semua pekerja bangunan meninggalkan masjid tersebut. Rupanya, putri sang sultan memiliki permintaan khusus kepada ayahnya.

Sang putri meminta jika kelak pembangunan masjid selesai, dia ingin menjadi orang pertama yang salat di masjid itu.

“Saya ingin salat dua rakaat sendirian. Mohon agar tidak ada seorangpun yang masuk masjid saat saya salat,” pinta sang putri.

Majalah Tebuireng

Segera setelah pembangunan masjid itu rampung, para pekerja meninggalkan masjid atas perintah sang sultan. Namun, ada satu orang pekerja yang tertinggal di belakang. Ia sendirian sementara teman-temannya telah lebih dulu pergi. Pada saat itu, secara tak sengaja ia menyaksikan pemandangan paling indah dalam hidupnya. Pekerja bangunan itu melihat sekelibat sang putri sultan yang tengah salat sunnah dua rakaat.

Ia terdiam, seperti tersihir dengan apa yang barusan ia lihat. Tak hanya itu, ia rupanya benar-benar terpukau hingga tak mampu mengatakan apapun! Kemudian pekerja bangunan itu memutuskan pulang ke rumahnya. Ia pun mengatakan kepada sang ibu apa yang baru ia saksikan, dan tanpa ragu meminta sang ibu menghadap sultan untuk melamar sang putri untuknya!

Sang ibu pun terkaget-kaget, ia menjawab, “Ibu tidak bisa melakukan itu! Kamu ini pekerja bangunan, sultan tidak akan mengijinkan seorang pekerja bangunan menikahi putrinya!”

Mendengar perkataan ibunya, pemuda itu pun menjadi lemas. Ia kehilangan semangat hidupnya. Berhari-hari dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur, dan bahkan tidak bisa berpikir. Sang ibu menjadi khawatir melihat keadaan sang anak, dia benar-benar menolak untuk makan! Maka sang ibu pun berpikir bahwa dia harus melakukan sesuatu, karena semakin hari keadaan anaknya semakin menyedihkan. Ia tentu tak mau anaknya mati begitu saja!

Sang ibu akhirnya berangkat ke istana. Sesampainya di sana, penjaga menolaknya masuk dan mengusirnya.

“Tolonglah, saya harus berbicara kepada sultan, jika tidak anak saya akan mati!” serunya.

Akhirnya para penjaga membiarkan ibu tersebut memasuki istana. Saat berada di hadapan sultan, sang ibu menceritakan kejadian yang menimpa anaknya dan bagaimana ia khawatir anaknya akan mati.

“Jika demikian yang terjadi, bawa anakmu kemari, Ibu,” perintah sang sultan.

Sang ibu pun kemudian pulang ke rumahnya dan kembali ke istana bersama putranya.

“Wahai pemuda, jika kau menginginkan putriku untuk kau nikahi, aku punya syarat untukmu. Setiap malam bakda salat Isya, kau harus melaksanakan qiyamul lail di masjid. Kau harus rutin melakukannya 40 hari berturut-turut. Jika kau absen satu hari saja, kami akan tahu karena kami akan perintahkan seseorang untuk mengecek apakah kau datang atau tidak. Jika kau berhasil dengan syarat ini, maka kau boleh menikahi putriku,” titah sang sultan.

Sang pekerja bangunan pun menyanggupi syarat tersebut. Malam harinya, ia mulai melaksanakan qiyamul lail di masjid baru tersebut. Saat semua orang telah pulang, ia pun memulai rakaat pertamanya. Hari pertama, kedua, ketiga, ia tak pernah absen datang ke masjid untuk qiyamul lail. Seminggu berlalu. Sang pekerja bangunan itu kemudian menyadari ada yang berbeda dalam dirinya.

Ia bisa makan dan minum dengan lahap seperti sebelumnya. Ia kembali peduli dengan hidupnya. Ia benar-benar menikmati apa yang ia lakukan setiap malam di masjid, saat semua orang pulang setelah salat isya, sampai di tahap ia meminta kepada Allah agar tak mengambil perasaan dan momen itu. Perasaan yang sangat indah ketika ia menjalani momen kesendirian di dalam masjid, salat dan berdoa kepada Allah. Momen yang ia rasakan begitu memenuhi hatinya akan rasa bahagia. Hanya ada dirinya dan Allah.

Empat puluh hari pun berlalu, kemudian enam puluh hari dan tujuh puluh hari juga terlewati. Sang sultan kemudian memanggil sang pekerja bangunan tadi untuk menanyakan kabarnya.

“Mengapa kau tidak menghadapku setelah 40 hari? Kau sudah melaksanakan syarat itu, kau datang ke masjid genap 40 hari. Kami melihat kau salat dan berdoa. Mengapa kau tidak datang menghadapku setelah itu?” tanya sultan.

Sang pekerja bangunan itu pun menjawab, “Sebelum saya melihat putri Anda, hati saya adalah hati yang kosong, dan hal pertama yang saya lihat adalah kecantikan putri Anda yang sangat indah. Keindahan itu sangat hebat sampai-sampai hati saya merasa begitu sakit. Akan tetapi, setelah saya mulai salat dan berdoa di masjid selama 40 hari dalam kesendirian, saya mulai menyaksikan keindahan lain yang lebih hebat dari keindahan putri Anda. Keindahan yang belum pernah saya lihat dan rasakan sebelumnya.

“Saya sangat berterima kasih kepada Anda, wahai sultan, karena telah memberi kesempatan kepada saya untuk dapat menikahi putri Anda. Akan tetapi, saya telah bahagia dengan keadaan saya saat ini. Saya merasa tidak ada lagi kebutuhan untuk menikahi putri Anda.”

Sang pekerja bangunan itu pun pamit dari hadapan sultan, dan akhirnya ia tidak menikah dengan sang putri sultan. Ia telah menemukan keindahan dan kebahagiaan tiada tara. Keindahan yang lebih besar dari sekedar indahnya pernikahan. Keindahan cinta dari Allah SWT. Keindahan dari hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta, dan keindahan semacam ini hanya bisa diceritakan oleh mereka yang telah mengalaminya.

Ibnu Taimiyah pernah berkata, “Mereka yang tidak menikmati surga  kehidupan ini, tidak akan mampu menikmati surga di akhirat nanti.”

Para ulama pun berdiskusi mengenai maksud perkataan Ibnu Taimiyah tersebut. Kata mereka, “Maksud perkataan Ibnu Taimiyah ini ialah keadaan di mana seorang hamba amat mencintai Allah dan rida dengan Tuhannya, dan Allah mencintai hamba-Nya serta rida kepadanya.”

Hal tersebut juga disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah ayat 8, “…Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya…” Dr. Muslema Purmul mengatakan bahwa ayat tersebut mereferensikan hubungan saling mencintai antara seorang hamba dengan Penciptanya. Beliau juga menyampaikan bahwa hanya cinta semacam inilah yang akan membawa kebahagiaan sejati akan manisnya iman, yaitu ketika seorang hamba mencintai Tuhan lebih dari mencintai dirinya sendiri. Sebab, tidak ada cinta yang melebihi cinta kepada diri sendiri, yang mampu membawa kebahagian sejati, selain cinta kepada Allah.



Wallahu a’lam bisshawab.