Kuliah Filsafat Tebuireng

tebuireng.online – Induk ilmu pengetahuan adalah filsafat, namun filsafat di pesantren masih dipandang tabu. Tidak di Pesantren Sains, Tebuireng II, filsafat akan masuk kurikulum dan diajarkan dengan sistem kredit semester (sks) kepada santri.

Hal itu karena ada keprihatinan pada sistem pendidikan saat ini yaitu memisahkan ilmu menjadi dua bagian yang kemudian dianggap berlainan, padahal keduanya sesungguhnya saling berkaitan. Ilmu agama dan ilmu pengetahuan atau sains seolah tidak berasal dari satu sumber. Faktanya banyak sarjana sains dan sarjana agama, tidak saling berintegrasi.

Demikian disampaikan penggagas Trensains Tebuireng dan penulis buku “Ayat-ayat Semesta”, Agus Purwanto, D.Sc. saat ditemui wartawan tebuireng.online seusai memberi kuliah Filsafat Yunani Kuno kepada peserta Training of Trainer SMA Trensains Tebuireng, Jum’at (21/2/2014). Kuliah yang diikuti para calon pengajar SMA Trensains Tebuireng ini diselenggarakan untuk menyongsong tahun ajaran baru pertama SMA Trensains Tebuireng II Jombok, kabupaten Jombang.

Materi yang disampaikan saat itu adalah sejarah pemikiran filsafat, sejak zaman Yunani Kuno sanpai zaman Hellenistik yaitu pada abad awal Masehi. Dan masih akan berlanjut dengan bahasan filsafat modern, Filsafat Islam terutama yang berkaitan erat dengan sains.

Majalah Tebuireng

Agus Purwanto mempertanyakan mengapa saat orang berbicara ilmu pengetahuan dan teknologi, Islam dipandang tidak punya kontribusi? Padahal 800 ayat Al Quran mengisyaratkan tentang alam dan jumlah itu 5 kali lebih banyak dari ayat tentang hukum fiqih. Hal ini yang jarang dipahami umat Islam belakangan.

Berangkat dari itu, Agus Purwanto dan KH. Salahuddin Wahid mendirikan institusi berjenjang yang mengembalikan semangat ilmu pengetahuan sekaligus memperteguh rasa keagamaan. Pada tahun 2013 didirikan Sekolah Menengah Atas berbasis pesantren yang secara intensif mengkaji ilmu pengetahuan dan diberi nama SMA Trensains Tebuireng.

“Disana alam dipahami secara rasional, namun kemudian jangan dikatakan bahwa kita menolak mistisisme dan keimanan kepada yang transenden,” ujar Agus Purwanto.

“Dengan demikian kita mengajarkan kepada santri berfikir holistik. Bukan berfikir parsial yang belakangan terjadi dalam ilmu pengetahuan dan menimbulkan dampak negatif yang dirasakan orang lain. Ilmuan yang demikian itu adalah ilmuan yang melepas tanggung jawab sosialnya,” ia melanjutkan.

Terkait tantangan yang nantinya akan dihadapi Pesantren dengan model pendidikan seperti ini, Agus Purwanto tidak banyak berkomentar. Ia mengatakan “Kadang orang menentang justru karena ia belum sepenuhnya memahami apa yang ia tentang.”

Filsafat yang lebih diutamakan di SMA Trensains adalah filsafat yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Kendatipun filsafat ketuhanan juga diajarkan hal itu terbatas pada pengantarnya saja, dan akan didalami diluar mata pelajaran reguler. “Itu tidak produktif” kata Alumnus Universitas Hirosima Jepang itu.

“Filsafat sebagai manhaj mempunyai pisau analisis yang tajam sekali, itulah yang harus dikembangkan. Dan tidak ada satu negara majupun yang berkembang tanpa filsafat.” tandasnya. (AUL/tbi.org)