sumber ilustrasi: satupersen.com

Oleh: Rara Zarary*

Dalam perjalanan hidup, manusia banyak menemukan hal-hal yang sesuai harapannya, tetapi juga mendapatkan apa-apa yang tidak sesuai harapan bahkan tak pernah menjadi harapannya, di sanalah rasa kecewa, kesal, benci, dan marah berawal. Kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan membuat kita melakukan banyak tindakan, di antaranya adalah berputus-asa, menarik diri dari kehidupan, menyiksa diri, iri pada hidup orang lain, hasud dengan hidup orang lain, tidak percaya diri atau insecure pada diri sendiri, bahkan ada yang sampai menyalahkan takdir Tuhan.

Hal ini tidak sepele, dan sangat penting untuk diperhatikan dan disembuhkan, paling tidak kita mampu mencari jalan keluar yang baik untuk ketenangan lahir batin. Jika bukan kita yang bisa memberi solusi terhadap apa yang sedang kita hadapi, barangkali keberadaan orang lain bisa membantu, sehingga dalam hal ini relasi dan komunikasi sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Tentu semoga kita tidak lupa untuk melibatkan Tuhan dalam langkah-langkah kita.

Kondisi seperti itu seperti apa yang telah ditulis oleh kiai muda asal Madura, Lora Ismael Al Kholili dalam buku berjudul Kompas Kehidupan (2022), “seperti inilah kehidupan. Kesal, sesal, bosan, sakit, sedih, gundah, dan gelisah. Inilah kehidupan, engkau akan berjalan dengan langkah yang berat, kemudian engkau akan terbiasa dan melupakan, dan pada akhirnya engkau akan merasa baik-baik saja.” Barangkali demikian, bisa jadi waktu akan merubah semuanya, tetapi tak menutup kemungkinan jika kita biarkan begitu saja (tanpa ikhtiyar) maka semua akan tetap begitu-begitu saja malah akan menjadi bumerang dalam kehidupan kita, tidak akan sampai pada tahapan menerima apalagi menyembuhkan.

Oleh sebab itu, mencari cara untuk sembuh dari rasa sakit, kecewa dan perasaan luka batin lainnya sangatlah penting, salah satunya adalah dengan belajar menerima kenyataan sebagai takdir yang datangnya dari Allah, kita harus percaya bahwa apa yang Allah takdirkan pada kita adalah yang terbaik untuk kita, tentunya dalam hal ini pasti ada pelajaran atau hikmah yang dapat kita petik sebagai mutiara kehidupan, yang akan membuat hidup kita lebih baik dan berarti.  

Majalah Tebuireng

Dalam sebuah nasihat, Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi meminta kita untuk tidak percaya bahwa di dunia ini ada seseorang yang tidak memiliki kekurangan sama sekali. Percayalah bahwa pahit-manisnya kehidupan pasti akan dirasakan oleh siapapun. Tidak ada orang bahagia kecuali ia yang dibahagiakan oleh Allah. Allah adalah dzat yang dapat membuat kita tertawa, membuat kita menangis, membuat kita beruntung, membuat kita celaka, membuat kita kaya dan membuat kita fakir. Maka hakikat kebahagiaan itu bukan datang karena istri, anak, sahabat, liburan, ijazah, rumah mewah atau berfoya- foya. Kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita ridha dengan setiap apa yang telah Allah berikan untuk kita. Maka segala puji bagi-Nya atas segala keadaan.

Dari nasihat tersebut tentu kita perlu mempercayai bahwa tak ada manusia yang luput dari ujian dan cobaan. Sekelas Nabi saja begitu dahsyat ujiannya, apalagi kita sebagai manusia. Kita bisa belajar dari Nabi Muhammad, bagaimana beliau menempuh perjuangan dakwah yang begitu berat di saat dua orang yang paling mencintai dan ia cintai meninggalkannya dalam waktu setahun, dan banyak lagi hal sangat pahit yang beliau lalui termasuk dibenci oleh orang-orang saat menyebarkan dakwah. Selain itu, kita belajar dari Nabi Yusuf, bagaimana beliau mendapat fitnah dari Zulaikha. Kita bisa melihat bagaimana Nabi Ayyub mendapat ujian kehilangan keluarga. Dan banyak contoh lain yang sebenarnya akan membuka mata hati kita untuk tidak dengan mudah menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada hidup kita.

Tentu penulis tidak sedang menyepelekan ujian atau cobaan yang anda hadapi, justru dengan tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk sama-sama belajar (pelan-pelan) mencari solusi atas apa yang menimpa kita, tanpa menyalahkan Tuhan dan mengklaim bahwa hanya kita yang hidupnya begitu susah dan berat, tidak. Semua orang punya masalah masing-masing dengan porsi dan takaran masing-masing. Barangkali kalimat tersebut sangat related dengan apa yang telah Allah firmankan, yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah:286).

Tidak mudah memang, kita butuh effort untuk melalui semuanya dengan baik dan tidak merugikan siapa pun, termasuk masa depan kita. sebab tidak dipungkiri, banyak dari kita yang memiliki persoalan di masa lalu dan belum selesai saat ini, akhirnya menjadi penghalang atau bumerang untuk menuju masa depan yang cemerlang. Padahal, semua manusia tentu punya masa lalu, tetapi diakui atau tidak tidak semua manusia memiliki kesempatan masa depan. Apa maksudnya? Manusia yang memiliki kesempatan di masa depan adalah mereka yang mau melanjutkan hidupnya, baik ia telah memaafkan atau melupakan masa lalunya. Tetapi ada manusia yang belum mopve on dan terjebak di masa lalu, hingga akhirnya ia (dengan sendirinya) telah menutup jalan masa depannya, ia terpuruk dan merasa begitulah hidupnya. Padahal tidak demikian.

Oleh karena itu, rasanya sangat penting kita memikirkan ulang nasihat yang telah disampaikan oleh Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi di atas, bahwa ujian dan cobaan itu terjadi pada semua manusia, bukan hanya diri kita. Sehingga kita tidak perlu merasa kehidupan kita saja yang buruk, jahat, dan membosankan. Mari belajar lebih cerdas memaknai dan memetik hikmah dalam setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, barangkali salah satunya adalah dengan cara instrospeksi dan lebih mendekatkan diri pada sang maha pencipta.

Semoga senantiasa kita menjadi hamba yang mampu dan dimampukan untuk husnudzan pada takdir Allah dan lebih mampu menikmati kehidupan dengan sebaik-baiknya prasangka. Barangkali kita sudah biasa melupakan Tuhan, tetapi yakinlah bahwa Tuhan tak pernah menelantarkan hambaNya.

*Penulis adalah aktivis Komunitas Pesantren Perempuan.