Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng merupakan salah satu unit yang secara fokus membidangi dunia kreatifitas utamanya dalam hal kepenulisan. Para kiai Tebuireng, seperti Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Maksum Ali, KH. Abdul Wahid Hasyim, KH. Yusuf Hasyim, dan KH. M. Ishomuddin Hadzik merupakan seorang ulama yang sangat produktif dalam hal menulis. Lewat karya-karyanya mampu memberikan inspirasi dan sumbangsih yang besar bagi peradaban pesantren utamanya. Misalnya, Hadratussyaikh atas jasa Gus Ishom kini karanyanya bisa kita baca dalam kitab “Irssyadussyari”.
Selain itu, kita juga dapat temukan kumpulan tulisan artikel lainnya yang termuat dalam majalah Islam edisi lama. Sangat penting bagi para masyarakat pesantren, jamaah Nadhliyin dan utamanya santri-santri Tebuireng. Selanjutnya, Kiai Maksum Ali seorang santri Hadratussyaikh yang menjadi pendiri pesantren Seblak. Karyanya berupa kitab sharaf”Amstilatutasrifiyah” menjadi acuan bagi pendidikan di civitas pesantren. KH. A. Wahid Hasyim juga merupakan seorang ulama muda pesantren Tebuireng yang sangat produktif dalam hal menulis di media massa. Di zamannya juga mempelopori berdirinya pers pesantren utamanya di Pesantren Tebuireng.
Pada tahun 1985 KH. M. Yusuf Hasyim mendirikannya majalah yang bernama “Majalah TEBUIRENG Media pendidikan dan Keagamaan”. Kala itu terbit sebulan sekali dan beredar keseluruh pelosok Nusantara. mencetuskan berdirinya Majalah Tebuireng. Sebuah media cetak pertama kali di pesantren. Beliau juga seringkali menuangkan gagasannya di media masa. Majalah Tebuireng saat itu mampu memberikan gairah dikalangan para santri Tebuireng untuk berkarya. Meskipun, majalah Tebuireng kemudian mengalami mati suri, namun ikut andil besar dalam mencetak tokoh yang mumpuni dalam hal tulis menulis. Dr. Lukman Hakim selaku pemrednya kini menjadi tokoh tasawuf dan pemimpin di majalah Sufi kemudian H. Mas’ud Adnan adalah PU koran Harian Bangsa.
1. Menghidupkan Kembali Majalah Tebuireng
Diangkatnya Dr(Hc), Ir. KH. Salahuddin Wahid pada tahun 2006 memberikan semangat baru bagi dunia jurnalistik di kalangan santri Tebuireng. Lewat Unit Penerbitan yang didirkan beliau menghidupkan kembali Majalah Tebuireng pada 1 Januari 2007. Demi memajukan Majalah Tebuireng beliau juga turun langsung. Kini majalah Tebuireng yang dikelola santri-santri muda binaan beliau bisa tetap eksis dan terus tampil adaptif. Memang, di era serba teknologi dan informasi dunia media cetak seperti Majalah Tebuireng tidak mudah untuk bersaing di pentas global. Namun akhirnya edisi pertama pun terbit pada bulan Juli 2007.
Akses informasi yang semakin terbuka lebar menjadikan tantangan baru. Sungguhpun demikian, masih begitu banyak pesantren yang masih kesulitan mengembang medianya bahkan tak sedikit yang tak tahan dengan permasalahan yang menyelimutinya, misalnya kekurangan dana cetak dan kurangnya dukungan dari pihak dalam pesantren. Majalah Tebuireng berusaha untuk tetap eksis dan teguh menghadapi berbagai tantangan. Lewat media cetak, seperti majalah menjadi sarana untuk mewadahi kreatifitas santri Tebuireng dibidang kepenulisan. Memang, sebenarnya majalah Tebuireng juga bisa dijadikan ajang membangun silaturahmi dengan para alumninya yang tersebar di berbagai penjuru tanah air. Walaupun toh hal itu belum mampu terbangun, namun upaya pengasuh dalam hal ini patut untuk diberikan apresiatif. Tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak yang ada didalam pesantren Tebuireng, majalah Tebuireng hanya akan bertahan beberapa dekade. Untuk itulah, dibutuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama akan media yang telah di miliki.
2. Mendirikan Pustaka Tebuireng
Selanjutnya, pada tahun 2010 mendirikan PUSTAKA TEBUIRENG, sebuah lini yang ada di unit penerbitan. Pustaka Tebuireng menjadi ajang untuk memberikan penghormatan kepada para pendahulunya lewat buku. Dengan mengajak para santrinya untuk menuliskan tokoh-tokohnya menjadikan hal yang sangat berarti. Generasi santri Tebuireng menjadi lebih dekat dan mengerti jejak tokohnya. Mengabadikan para tokoh Tebuireng lewat buku merupakan suatu hal yang sangat istimewa dan jarang dilakukan oleh santri pondok pesantren.
Diantara buku-buku tokoh pesantren Tebuireng yang sudah berhasil di jadikan buku yakni, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Karim Hasyim, KH. Kholik Hasyim, KH. Idris Kamali, KH. Adlan Ali. Dan masih ada beberapa tokoh yang belum diterbitkan. Selain membukukan biografi tokoh Pustaka Tebuireng yang saat itu dikomandani A. Mubarok Yasin, Fathurahman, Ali Subhan, dll juga menuliskan Buku Profil Pesantren Tebuireng. Sebuah buku yang amat penting bagi siapa saja yang ingin mengetahui mengenai seluk beluk Pesantren Tebuireng.
Kini di era kepenguruan baru, Ahmad Faozan, dkk pada tahun 2015 PUSTAKA TEBUIRENG memulai kembali memasifkan produknya, yakni mencetak buku-buku baru dengan beragam jenis buku bacaan. Pustaka Tebuireng juga membuka ruang bagi penulis luar yang hendak mencetakan bukunya di Pesantren Tebuireng. Meskipun belum begitu banyak penulis luar yang mencetakan karyanya dalam bentuk buku, namun bukan mustahil apa yang kini dilakukan kedepan PUSTAKA TEBUIRENG kedepan mampu meraih kepercayaan masyarakat.
Dengan menggerakan semangat baru untuk mencetak buku juga diharapkan memotivasi dan menginspirasi para santri Tebuireng untuk menulis buku. Sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulunya. Dengan mengusung semangat kemandirian, profesionalitas, dan bertanggungjawab kedepan Pustaka Tebuireng dapat bersaing dengan para penerbit besar. Pustaka Tebuireng juga memiliki prospek brilian dalam membangun budaya akademik dan kemadirian secara ekonomi dikalangan para santri seperti penerjemahan buku-buku. Kendati demikian, juga membutuhkan modal yang tak sedikit dan pengelolaan secara profesional. Serta didukung oleh sumberdaya manusia yang mumpuni didalamnya.
3. Mendirikan Media Online
Pada awal tahun 2013 KH. Salahuddin Wahid mendirikan portal resmi pesantren Tebuireng. M. As ad selaku Pimred pertama ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan awal. Kehadiran media online, (tebuireng.online) sebagai situs resmi pesantren Tebuireng ini secara aktif mengabarkan berita kegiatan yang ada di Pesantren Tebuireng dan mengembangkan dunia dakwah di ranah sosial media. Kemajuan dibidang teknologi dan informasi seperti sekarang ini mau tidak mau pesantren harus ikut serta terlibat di dalamnya. Tentu semangat yang di usung untuk kemajuan pesantren.
Pesantren sebagai pencetak juru dakwah Islam harus mampu tampil inovatif. Seperti, ketrampilan menulis dan mendakwahkan paham-paham Islam yang rahmatan lil alamin di dunia maya. Lebih-lebih kini banyak orang belajar ilmu agama di dunia maya ‘internet’ tentu menuntut masyarakat pesantren untuk ikut serta aktif di dalamnya. Sudah begitu banyak orang terprovokasi bahkan tersesat karena mengkonsumi ajaran Islam di dunia maya. Hal ini secara tidak langsung juga ikut serta mengembangkan metode dakwah modern secara tepat, cepat, dan inovatif.
Demi untuk menjawab tantangan zaman, kehadiran media online, tebuireng.online secara tak langsung juga menjadi jembatan emas dalam membangun hubungan silaturahim pesantren Tebuireng dengan masyarakat luas. Bahkan, dengan menggunakan media online dapat mempermudah, memperluas, dan menghemat biaya promosi pesantren. Pesantren juga di untungkan dalam hal ini. Misalnya dengan menggunakan sistem media online sebagaimana yang dilakukan Pesantren Tebuireng, seputar penerimaan santri baru lebih mudah dan efisien. Dengan menggencarkan program kegiatan yang ada di dalam Pesantren Tebuireng menjadi daya tarik tersendiri. Tidak mustahil sistem onlinesasi kedepan di pesantren Tebuireng akan berhasil.
B. Pengembangan
1. Unit Usaha Toko Buku
Pada tahun 2013 KH. Salahuddin Wahid juga membuka ruang usaha bagi Unit Penerbitan yang berupa toko buku. Toko buku yang dinamai Tebuireng Bookstore ini, melayani masyarakat luas utamanya para peziarah dengan beragam buku bacaan. Bahkan, kini dalam perkembangannya juga melayani penjualan secara online. Usaha toko buku ini juga sangat menopang bagi kemajuan unit penerbitan. Kepengurusan awal, dikelola oleh Roy Murtado, dkk dalam perjalanannya kemudian digantikan oleh Ibrojul Munif.
Dengan pengelolaan management yang profesional membantu juga menjadi sarana menjualkan produk Unit Penerbitan seperti majalah dan buku. Terbukti, selama ini banyak para santri dan masyarakat luas berbelanja buku beragam bacaan termasuk sovernir di Tebuireng Bookstore.
2. Sekolah Menulis
Salah satu penopang keberhasilan sebuah unit tentu membutuhkan SDM yang mumpuni di bidangnya. Unit Penerbitan yang bergerak di bidang jurnalistik bertanggungjawab untuk menjaga keberlangsungan penerbitan buku dan majalah di masa depan. Untuk itulah pada bulan September 2013, KH. Salahuddin Wahid mendirikan sekolah menulis bagi para santri. Ahmad Faozan selaku pelaksana di lapangan membuka sekolah menulis dari berbagai tingkatan. Selama kurun 2013-2014-2015 sekolah menulis yang di selenggarakan Unit Penerbitan terbilang berhasil dilakukan.
Pada pembukaan pertama, dibuka untuk tingkatan SMA dan Aliyah. Para peserta yang ikut sekolah menulis dibimbing oleh kru dari Majalah dan Pustaka, bahkan, mendatangkan penulis-penulis profesional dari luar. Setelah selesai kemudian di antara peserta diberikan kesempatan untuk magang di Majalah Tebuireng. Tak sedikit diantara lulusan sekolah menulis mampu meraih kejuaraan lomba kepenulisan diluar pesantren. Pada pembukaan kedua, diperuntukkan bagi tingkatan mahasiswa. Sekolah menulis tingkatan mahasiswa banyak diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jombang, misalnya dari dalam, Mahad Aly dan UNHASY, dari luar seperti UW, Undar, STKIP, dan UNIPDU. Setelah program ini selesai juga diberikan kesempatan untuk magang di Unit Pesantren Tebuireng (Majalah, Website, dan Pustaka).
Tak sedikit diantara mereka yang sudah magang mengirimkan karyanya ke media masa. Diantara media yang sudah di tembus adalah Kompas dan Jawa Pos. Ketiga, tingkatan santri. Pada tingkatan ini juga banyak diikuti dari berbagai santri baik dari dalam pesantren Tebuireng maupun pondok sekitar. Tujuannya selain ikut serta memberikan ruang kreatifitas santri di tengah kepadatan mereka menjalani aktivitasnya. Dengan kehadiran sekolah menulis ikut serta mendorong para santri mengirimkan karyanya ke majalah Tebuireng dan melecut para pengurus pondok sekitar untuk ikut serta mendirikan program sekolah menulis dan membuka program kepenulisan seperti yang dilakukan unit penerbitan. Kegiatan ekstra jurnalistik yang ada di unit lain selain penerbitan dan pondok sekitar juga menggunakan jasa alumnus sekolah menulis yang kini menjadi anggota unit penerbitan (majalah dan website Tebuireng). Meskipun output yang dihasilkan kurang memuaskan. Setidaknya dari perjalanan sekolah menulis yang selama ini sudah berjalan sedikit memberikan angin segar bagi dunia jurnalistik dikalangan santri Tebuireng dan sekitarnya untuk terus mengembangkan budaya tulis-menulis.
Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng mendirikan sekolah menulis. Selain untuk mencetak dan memfasilitasi penulis-penulis muda berbakat, sekolah menulis juga bagian dari semangat menghidupkan tradisi ilmiah di kalangan para santri. Tahun berikutnya 2014-2015 juga melanjutkan program sekolah menulis (tingkat Mahasiswa dan santri) sebagai bentuk pengkaderan penulis-penulis muda. Juga ikut serta membina beberapa pondok pesantren yang memiliki program ekstra jurnalistik. Setelah sekolah menulis selesai dilakukan pematangan selama beberapa pertemuan.
Dari mulai angkatan pertama, kedua dan tiga mereka terwadahi dalam komunitas SANGGAR KEPOEDANG, Komunitas Penulis Muda Tebuireng. Kegiatan rutin dilakukan saban hari Jum’at. Dan bagi para kader sekolah menulis yang terpilih kemudian diberikan kesempatan magang di Unit Penerbitan bisa di Majalah Tebuireng, Website Tebuireng, dan Pustaka Tebuireng. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang terseleksi kemudian masuk menjadi anggota redaksi.
Profil Unit Tebuireng Media Group
Tebuireng Media Group (TMG) dikenal sebagai unit resmi media milik Pesantren Tebuireng yang berfokus pada pengembangan literasi. Tebuireng Media Group merupakan transformasi dari nama Unit yang mana sebelumnya adalah Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng, yang merupakan salah satu unit yang secara fokus membidangi dunia kreatifitas utamanya dalam hal kepenulisan. Para kiai Tebuireng, seperti Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Maksum Ali, KH. Abdul Wahid Hasyim, KH. Yusuf Hasyim, dan KH. M. Ishomuddin Hadzik merupakan seorang ulama yang sangat produktif dalam hal menulis. Lewat karya-karyanya mampu memberikan inspirasi dan sumbangsih yang besar bagi peradaban Pesantren utamanya. Misalnya, Hadratussyaikh atas jasa Gus Ishom, kini karyanya bisa kita baca dalam kitab “Irssyadussyari”.
Selain itu, kita juga dapat temukan kumpulan tulisan artikel lainnya yang termuat dalam majalah Islam edisi lama. Sangat penting bagi para masyarakat pesantren, jamaah Nahdliyin dan utamanya santri-santri Tebuireng. Selanjutnya, Kiai Maksum Ali seorang santri Hadratussyaikh yang menjadi pendiri Pesantren Seblak. Karyanya berupa kitab Sharaf ”al-Amtsilah at-Tasrifiyyah” menjadi acuan bagi pendidikan di civitas Pesantren. KH. A. Wahid Hasyim juga merupakan seorang ulama muda Pesantren Tebuireng yang sangat produktif dalam hal menulis di media masa. Di zamannya juga mempelopori berdirinya pers pesantren utamanya di Pesantren Tebuireng.
Pada tahun 1985 KH. M. Yusuf Hasyim mendirikannya majalah yang bernama “Majalah Tebuireng Media Pendidikan dan Keagamaan”. Kala itu terbit sebulan sekali dan beredar keseluruh pelosok Nusantara. Mencetuskan berdirinya Majalah Tebuireng sebuah media cetak pertama kali di Pesantren. Beliau juga seringkali menuangkan gagasannya di media masa. Majalah Tebuireng saat itu mampu memberikan gairah dikalangan para santri Tebuireng untuk berkarya. Meskipun, Majalah Tebuireng kemudian mengalami mati suri, namun ikut andil besar dalam mencetak tokoh yang mumpuni dalam hal tulis menulis. Dr. Lukman Hakim selaku Pemrednya kini menjadi tokoh tasawuf dan pemimpin di Majalah Sufi, kemudian H. Mas’ud Adnan adalah PU koran Harian Bangsa.
Menghidupkan Kembali Majalah Tebuireng
Majalah Tebuireng didirikan pada tahun 1985 dengan nama “Tebuireng Media Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan”. Tujuan awal pendirian Majalah Tebuireng adalah membantu para santri menempa kemampuan tulis-menulis, sebagaimana keinginan KH. M. Yusuf Hasyim selaku Pengasuh Pesantren Tebuireng kala itu. Hal ini tampak jelas dalam tulisan beliau di Majalah Tebuireng edisi pertama:
“Salah satu kelemahan kaum pesantren adalah bidang bahasa tulisan, yang sementara berlaku bahasa lisan. Apabila hal ini tidak segera dibenahi secara serempak, maka transfer keilmuan dan keagamaan kaum pesantren akan tertinggal jauh dalam perubahan masyarakat yang melaju cepat. Sehingga pada waktunya, justru akan mengalami alienasi (keterasingan) di tengah pergumulan sejarah dan modernitas.”
Tercatat pada bulan April 1986, Majalah Tebuireng edisi pertama terbit dengan konsep terbit satu bulan sekali dan didistribusikan ke seluruh Nusantara (tingkat nasional). Terbitnya edisi tersebut sekaligus menjadikan Pesantren Tebuireng sebagai pesantren pertama yang menerbitkan majalah. Hal ini membuat Pesantren Tebuireng dijuluki sebagai pelopor majalah pesantren.
Pada tahun 1987, Majalah Tebuireng vakum. Menurut penuturan pengurusnya, Majalah Tebuireng saat itu mengalami problem manajemen finansial yang kemudian membuatnya tidak dapat terbit kembali. Ini sekaligus menjadi akhir dari periode pertama Majalah Tebuireng.
Periode kedua Majalah Tebuireng terjadi pada era kepengasuhan KH. Salahuddin Wahid. Pada tanggal 1 Januari 2007, Pesantren Tebuireng mendirikan Unit Penerbitan yang dikhususkan untuk melakukan pengembangan intelektual santri melalui penerbitan majalah, buletin, dan buku. Pendirian unit ini sekaligus memulai kembali keaktifan Majalah Tebuireng dengan konsep terbit dua bulan sekali.
Ketika pengasuh Pesantren Tebuireng berganti di era kepemipinan KH. Abdul Hakim Mahfudz pada tahun 2020, Majalah Tebuireng tetap konsisten menerbitkan edisi-edisinya dengan melakukan evaluasi perbaikan secara berkala. Program-programnya mengalami berbagai pengembangan, seperti pengelolaan media sosial berbasis infografis dan vidiografis. Digitalisasi majalah juga menjadi salah satu upaya pengembangan di kala teknologi informasi berkembang pesat.
Mendirikan Pustaka Tebuireng
Selanjutnya, pada tahun 2010 mendirikan “Pustaka Tebuireng”, sebuah lini yang ada di unit penerbitan. Pustaka Tebuireng menjadi ajang untuk memberikan penghormatan kepada para pendahulunya lewat buku. Dengan mengajak para santrinya untuk menuliskan tokoh-tokohnya menjadikan hal yang sangat berarti. Generasi santri Tebuireng menjadi lebih dekat dan mengerti jejak tokohnya. Mengabadikan para tokoh Tebuireng lewat buku merupakan suatu hal yang sangat istimewa dan jarang dilakukan oleh santri pondok pesantren.
Diantara buku-buku tokoh Pesantren Tebuireng yang sudah berhasil di jadikan buku yakni, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Karim Hasyim, KH. Kholik Hasyim, KH. Idris Kamali, KH. Adlan Ali. Dan masih ada beberapa tokoh yang belum diterbitkan. Selain membukukan biografi tokoh Pustaka Tebuireng yang saat itu dikomandani A. Mubarok Yasin, Fathurahman, Ali Subhan, dll juga menuliskan Buku Profil Pesantren Tebuireng. Sebuah buku yang amat penting bagi siapa saja yang ingin mengetahui mengenai seluk beluk Pesantren Tebuireng.
Kini di era kepenguruan baru, Ahmad Faozan, dkk pada tahun 2015 Pustaka Tebuireng memulai kembali memasifkan produknya, yakni mencetak buku-buku baru dengan beragam jenis buku bacaan. Pustaka Tebuireng juga membuka ruang bagi penulis luar yang hendak mencetakan bukunya di Pesantren Tebuireng. Meskipun belum begitu banyak penulis luar yang mencetakan karyanya dalam bentuk buku, namun bukan mustahil apa yang kini dilakukan kedepan Pustaka Tebuireng kedepan mampu meraih kepercayaan masyarakat.
Dengan menggerakan semangat baru untuk mencetak buku juga diharapkan memotivasi dan menginspirasi para santri Tebuireng untuk menulis buku. Sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulunya. Dengan mengusung semangat kemandirian, profesionalitas, dan bertanggungjawab kedepan Pustaka Tebuireng dapat bersaing dengan para penerbit besar. Pustaka Tebuireng juga memiliki prospek brilian dalam membangun budaya akademik dan kemadirian secara ekonomi dikalangan para santri seperti penerjemahan buku-buku. Kendati demikian, juga membutuhkan modal yang tak sedikit dan pengelolaan secara profesional. Serta didukung oleh sumberdaya manusia yang mumpuni didalamnya.
Mendirikan Media Online
Pada awal tahun 2012 KH. Salahuddin Wahid mendirikan portal resmi Pesantren Tebuireng. M. As ad selaku Pemred pertama ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan awal. Kehadiran media online, (tebuireng.online) sebagai situs resmi Pesantren Tebuireng ini secara aktif mengabarkan berita kegiatan yang ada di Pesantren Tebuireng dan mengembangkan dunia dakwah di ranah sosial media. Kemajuan dibidang teknologi dan informasi seperti sekarang ini mau tidak mau Pesantren harus ikut serta terlibat di dalamnya. Tentu semangat yang di usung untuk kemajuan Pesantren.
Pesantren sebagai pencetak juru dakwah Islam harus mampu tampil inovatif. Seperti, ketrampilan menulis dan mendakwahkan paham-paham Islam yang rahmatan lil alamin di dunia maya. Lebih-lebih kini banyak orang belajar ilmu agama di dunia maya ‘internet’ tentu menuntut masyarakat pesantren untuk ikut serta aktif di dalamnya. Sudah begitu banyak orang terprovokasi bahkan tersesat karena mengkonsumi ajaran Islam di dunia maya. Hal ini secara tidak langsung juga ikut serta mengembangkan metode dakwah modern secara tepat, cepat, dan inovatif.
Demi untuk menjawab tantangan zaman, kehadiran media online, tebuireng.online secara tak langsung juga menjadi jembatan emas dalam membangun hubungan silaturahim Pesantren Tebuireng dengan masyarakat luas. Bahkan, dengan menggunakan media online dapat mempermudah, memperluas, dan menghemat biaya promosi Pesantren. Pesantren juga di untungkan dalam hal ini. Misalnya dengan menggunakan sistem media online sebagaimana yang dilakukan Pesantren Tebuireng, seputar penerimaan santri baru lebih mudah dan efisien. Dengan menggencarkan program kegiatan yang ada di dalam Pesantren Tebuireng menjadi daya tarik tersendiri. Tidak mustahil sistem onlinesasi kedepan di Pesantren Tebuireng akan berhasil.
Mendirikan Rumah Produksi Tebuireng (MAKSI)
Maksi adalah Rumah Produksi Tebuireng yang berada di naungan Pesantren Tebuireng, yang berfokus diri untuk produksi film. Visi dan Misi adalah menyajikan sebuah tontonan yang menjadikan sebuah tuntunan.
Berawal dari kepedulian Kiai/Gus Sholah dalam meningkatkan potensi santri di dunia Pesantren, Maksi didirikan pada tahun 2018, dan akhirnya dikumpulkan para sineas dari Pesantren Tebuireng yang selama ini masih belum dimaksimalkan kemampuannya. Saat ini kami telah memproduksi berbagai film, webseries, companyprofile, dll.
Film Karya Rumah Produksi Tebuireng
B. Pengembangan
1. Unit Usaha Toko Buku
Pada tahun 2013 KH. Salahuddin Wahid juga membuka ruang usaha bagi Unit Penerbitan yang berupa toko buku. Toko buku yang dinamai Tebuireng Bookstore ini, melayani masyarakat luas utamanya para peziarah dengan beragam buku bacaan. Bahkan, kini dalam perkembangannya juga melayani penjualan secara online. Usaha toko buku ini juga sangat menopang bagi kemajuan unit penerbitan. Kepengurusan awal, dikelola oleh Roy Murtado, dkk dalam perjalanannya kemudian digantikan oleh Ibrojul Munif.
Dengan pengelolaan manajemen yang profesional membantu juga menjadi sarana menjualkan produk Unit Penerbitan seperti majalah dan buku. Terbukti, selama ini banyak para santri dan masyarakat luas berbelanja buku beragam bacaan termasuk sovernir di Tebuireng Bookstore.
2. Sekolah Menulis
Salah satu penopang keberhasilan sebuah unit tentu membutuhkan SDM yang mumpuni di bidangnya. Unit Penerbitan yang bergerak di bidang jurnalistik bertanggungjawab untuk menjaga keberlangsungan penerbitan buku dan majalah di masa depan. Untuk itulah pada bulan September 2013, KH. Salahuddin Wahid mendirikan sekolah menulis bagi para santri. Ahmad Faozan selaku pelaksana di lapangan membuka sekolah menulis dari berbagai tingkatan. Selama kurun 2013-2014-2015 sekolah menulis yang di selenggarakan Unit Penerbitan terbilang berhasil dilakukan.
Salah satu kegiatan sekolah menulis
Pada pembukaan pertama, dibuka untuk tingkatan SMA dan Aliyah. Para peserta yang ikut sekolah menulis dibimbing oleh kru dari Majalah dan Pustaka, bahkan, mendatangkan penulis-penulis profesional dari luar. Setelah selesai kemudian di antara peserta diberikan kesempatan untuk magang di Majalah Tebuireng. Tak sedikit diantara lulusan sekolah menulis mampu meraih kejuaraan lomba kepenulisan diluar Pesantren. Pada pembukaan kedua, diperuntukkan bagi tingkatan mahasiswa. Sekolah menulis tingkatan mahasiswa banyak diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jombang, misalnya dari dalam, Mahad Aly dan UNHASY, dari luar seperti UW, Undar, STKIP, dan UNIPDU. Setelah program ini selesai juga diberikan kesempatan untuk magang di Unit Pesantren Tebuireng (Majalah, Website, dan Pustaka).
Tak sedikit diantara mereka yang sudah magang mengirimkan karyanya ke media masa. Diantara media yang sudah di tembus adalah Kompas dan Jawa Pos. Ketiga, tingkatan santri. Pada tingkatan ini juga banyak diikuti dari berbagai santri baik dari dalam pesantren Tebuireng maupun pondok sekitar. Tujuannya selain ikut serta memberikan ruang kreatifitas santri di tengah kepadatan mereka menjalani aktivitasnya. Dengan kehadiran sekolah menulis ikut serta mendorong para santri mengirimkan karyanya ke Majalah Tebuireng dan melecut para pengurus pondok sekitar untuk ikut serta mendirikan program sekolah menulis dan membuka program kepenulisan seperti yang dilakukan unit penerbitan. Kegiatan ekstra jurnalistik yang ada di unit lain selain penerbitan dan pondok sekitar juga menggunakan jasa alumnus sekolah menulis yang kini menjadi anggota unit penerbitan (majalah dan website Tebuireng). Meskipun output yang dihasilkan kurang memuaskan. Setidaknya dari perjalanan sekolah menulis yang selama ini sudah berjalan sedikit memberikan angin segar bagi dunia jurnalistik dikalangan santri Tebuireng dan sekitarnya untuk terus mengembangkan budaya tulis-menulis.
Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng mendirikan sekolah menulis. Selain untuk mencetak dan memfasilitasi penulis-penulis muda berbakat, sekolah menulis juga bagian dari semangat menghidupkan tradisi ilmiah di kalangan para santri. Tahun berikutnya 2014-2015 juga melanjutkan program sekolah menulis (tingkat Mahasiswa dan santri) sebagai bentuk pengkaderan penulis-penulis muda. Juga ikut serta membina beberapa Pondok Pesantren yang memiliki program ekstra jurnalistik. Setelah sekolah menulis selesai dilakukan pematangan selama beberapa pertemuan.
Dari mulai angkatan pertama, kedua dan tiga mereka terwadahi dalam komunitas “Sanggar Kapoedang”, Komunitas Penulis Muda Tebuireng. Kegiatan rutin dilakukan setiap hari Jum’at. Dan bagi para kader sekolah menulis yang terpilih kemudian diberikan kesempatan magang di Unit Penerbitan bisa di Majalah Tebuireng, Website Tebuireng, dan Pustaka Tebuireng. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang terseleksi kemudian masuk menjadi anggota redaksi.