Sumber gambar: http://warohmah.com

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustad, jika kita membasuh benda atau anggota tubuh yang terkena najis maka yang wajibkan basuhan pertama. Nah, jika basuhan kedua dan ketiga air bekas basuhannya dihukumi suci mensucikan atau musta’mal? Terima kasih.

Wijaya, Malang

Waalaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh

Terima kasih kepada Saudara Wijaya di Malang. Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat kepada kita semua. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawabannya sebagai berikut:

Majalah Tebuireng

Terkait dengan penggunaan air sebagai alat untuk bersuci, dalam Islam kita mengenal adanya pembagian macam-macam air, yang terbagi menjadi empat bagian diantaranya: air suci mensucikan, air musyammas (air yang terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air musta’mal), dan air mutanajjis.

Pembagian di atas adalah pembagian yang telah disepakati oleh mayoritas ulama (jumhur al-ulama’). Masing-masing dari pembagian di atas berdasarkan pada dalil-dalil hadis yang diriwayatkan dari Rosulullah SAW. Di antara hadis-hadis tersebut ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:

قَالَ: قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

“Abu Hurairah berkata: “seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan bukan untuk memberikan kesulitan.”

Hadis di atas menjelaskan tentang jenis air yang pertama, yakni air suci dan mensucikan. Berikut ini hadis mengenai jenis air yang ketiga, air musta’mal, air suci namun tidak mensucikan.

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِرِ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُ جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي، وَأَنَا مَرِيضٌ لاَ أَعْقِلُ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ، فَعَقَلْتُ

“Dari Muhammad bin al-Munkadir berkata, “aku mendengar Jabir berkata, Rasulullah SAW datang menjenguk saat aku sedang sakit yang menyebabkan aku tidak sadar. Nabi SAW lalu berwudhu dan menyiramkan sisa air wudhunya hingga akupun sadar.”

Dua hadis di atas tadi merupakan beberapa dalil munculnya pembagian jenis air yang berkaitan dengan penggunaan air sebagai alat bersuci. Dari beberapa jenis air di atas, hanya ada dua air yang bisa digunakan untuk bersuci, yakni air suci mensucikan dan air musyammas, meskipun berhukum makruh penggunaannya. Sedangkan dua jenis yang lain tidak dapat digunakan untuk bersuci.

Lantas bagaimanakah tata cara penggunaan air sebagai alat untuk bersuci?

Untuk mensucikan najis dengan air, cukup dengan membasuhkannya ke bagian yang terkena najis dengan satu basuhan jika najisnya berupa najis hukmiyyah, dan wajib dua kali basuhan jika najisnya berupa najis ainiyah, sebagaimana keterangan dalam kitab Khasyiyah Bajuri juz 1 halaman 76 berikut ini;

وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه أي المغتسل وهذا ما رجحه الرافعي و عليه فلا يكفي غسلة واحدة عن الحدث والنجاسة و رجحه النووي الإكتفاء بغسلة واحدة عنهم ومحله ما إذا كانت النجاسة حكمية أما إذا كانت النجاسة عينية وجب غسلتان عنهما

“Menghilangkan najis apabila berada pada anggota yang dibasuh, maka tidak cukup hanya dengan satu basuhan dari hadas dan najis, akan tetapi Imam Nawawi berpendapat cukup dengan satu basuhan, hal ini ketika najis tersebut berupa najis hukmiyyah, sedangkan ketika berupa najis ainiyah maka wajib dua kali basuhan.”

Kemudian untuk air yang tidak bisa digunakan untuk bersuci salah satunya air mutanajjis yakni air yang terkena najis, lantas apakah air musta’mal itu?

فعلم أنّ الاستعمال لا يثبت إلّا مع قلّة الماء أي وبعد فصله ولو حكما كأن جاوز منكب المتوضّئ أو ركبته وإن عاد لمحلّه أو انتقل من يد لأخرى ، نعم لا يضرّ في المحدث خرق الهواء مثلا للماء من الكفّ إلى السّاعد ولا في الجنب انفصاله من نحو الرّأس للصّدر ممّا يغلب فيه التّقاذف وهو جريان الماء إليه على الاتّصال

“Telah diketahui sesungguhnya  musta’mal itu tidak terjadi kecuali ketika airnya sedikit dalam arti setelah terpisahnya air meskipun secara hukumnya, seperti melewatinya air pada bahu orang yang berwudhu atau lututnya, meskipun air itu kembali lagi atau berpindah dari tangan satu ke tangan yang lain.” (Tuhfatul al Muhtaj fii syarh al Minhaj Juz 1 halaman 331)

Maka, terkait dengan pertanyaan di atas. Bagaimanakah hukum air yang sudah digunakan untuk membasuh bagian yang sudah tidak lagi najis? Dengan demikian, air bekas basuhan kedua dan ketiga tersebut berhukum air musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.

Selain itu, air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Sekian jawaban singkat dari redaksi kami. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan kita guna melaksanakan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Al Quran, al Hadis, dan Ijma para ulama salaf-as shalih. Wallahu’Alam bisshowab.


*Dijawab oleh Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Nailia Maghfiroh dan Muhammad Idris.