Benarkah Kurban Itu Sadis?

sumber ilustrasi: universitas airlangga

Oleh: Sayidatul Afifah Rusda*

Kurban berarti dekat atau mendekat. Kurban dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah. Kurban tak lain adalah perwujudan dari pendekatan diri atau taqarrub kepada Allah sebagai manifestasi pancaran kedalaman iman seseorang.

Dalam praktik berkurban, salah satu hal yang penting adalah tata cara pemotongan hewan kurban. Berkat perkembangan teknologi, terdapat beberapa metode pemotongan hewan dengan tujuan meningkatkan efisiensi produksi dalam skala besar. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Metode Stunning

Dalam metode ini, hewan terlebih dahulu dibuat pingsan dengan “Captive Bolt Pistol” atau stun gun, cara kerjanya adalah dengan menembakkan kepala hewan dengan caliber tumpul, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan otak, sehingga hewan tersebut pingsan. Namun kaliber ini juga dapat menyebabkan hewan mati sebelum disembelih sehingga dagingnya tidak halal.

Metode Resraining Box

Teknik ini bekerja dengan cara memasukkan hewan kurban ke dalam ruangan yang sempit sehingga memudahkan penjagal untuk menyembelih hewan tanpa kesulitan. Meski begitu, diyakini tingkat stres hewan akan tinggi karena dibatasi ruang geraknya dan dibuat kelelahan.

Metode Burley

Metode ini dilakukan dengan cara merebahkan atau merobohkan hewan ternak dengan menggunakan medium tali sekitar 15 M. mula-mula tali itu disimpulkan dengan simpulan tertentu kemudian setelah hewan ternak terikat, penjagal hanya perlu menarik kedua ujung tali maka sapi akan roboh sendiri

Metode-metode di atas meski lebih efesien dalam aspek produksi akan tetapi dapat menyebabkan hewan stress. Lalu bagaimana dengan metode penyembelihan hewan dengan cara islami?

Pemotongan Islami

Dalam perspektif islam, pemotongan  hewan harus dilakukan dengan lemah lembut, sebisa mungkin agar jangan sampai menyakiti. Serta diharuskan memenuhi syari’at agar terjaga kehalalannya.

Menurut prof. Wilhelm Schulze dan Dr. Hazim dari Universitas Hannover menemukan bahwa pemotongan sesuai syariat islam tidak menyakiti hewan. Hal ini diteliti dengan cara memasang EEG  (Elechtro Encepalograph) yang dipasang pada otak hewan untuk merekam rasa sakit. Hasilnya pada tiga detik pertama tercatat tidak ada perubahan pada peforma grafik EEG. Sehingga disimpulkan bahwa pemotongan secara islami tidak menyakiti hewan.

Tata caranya meliputi banyak hal diantaranya harus dengan alat pemotong yang tajam, serta harus terputus pada empat bagian yaitu tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher dari hewan tersebut. Juga disunnahkan agar tidak kasar kepada hewan yang akan disembelih. Kemudian tak lupa membaca basmalah dan tambahan bacaan sunnah lainnya, seperti takbir.

Melalui cara ini, hewan akan mati dengan cepat dan darah akan memancar lebih banyak. Faktanya, bila darah yang keluar sedikit maka daging dari hewan berpotensi mengandung bakteri.

Dalam Hadist dari Syaddad bin Aus disebutkan:

عن شداد بن أوس قال ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسوْلَ اللّه صلى اللّه عليه و سلم قال إِنَّ اللّه كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا القِتْلَة وَإذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذَبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ دَبِيْحَتَهُ (رواه مسلم)

“Dari Syaddad bin Aus dia berkata, ‘dua perkara yang selalu daya ingat dari Rasulullah SAW, beliau bersabda ‘Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya selalu bersikap baik terhadap segala sesuatu, apabila kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu.” (HR. Muslim).

Nah, maka penyembelihan dengan cara islami terbukti aman dan mengikuti kode etik pemotongan, serta menjamin kehalalan dan kualitas dari daging tersebut, bahkan secara ilmiah membuat hewan yang disembelih tidak merasakan sakit yang berarti.

*Santri PP. Salafiyah Syafi’iyah Khoiriyah Hasyim Jombang.

Exit mobile version