sumber gambar: www.google.com

Oleh: Nur Indah*

Rasanya kita perlu kembali menelaah sejarah. Kita akan mendapatkan sebuah kenyataan di Mekkah, saat umat Islam masih minoritas kalah jumlah. Ketika itu hukum Islam belum terterap dalam bentuk formalitas syariah. Baru pasca hijrah, Rasulullah menyepakati sistem bersama para klan Yahudi Madinah. Membangun toleransi beragama yang begitu indah. Sebatas hubungan lahiriah, tidak sampai muwalah, bithanah, apalagi sampai mencampur aduk urusan ibadah dan akidah.

Fenomena mutakhir yang nampak dari sebuah organisasi adalah banyaknya kericuhan dan kegaduhan yang nampaknya tak perlu dan kurang pas, berawal pada salah satu pernyataan atau satu tindakan kontroversial antar mereka yang duduk di kepungurusan organisasi. Terdapat beberapa faktor mengenai redupnya pamor sebuah organisasi, akan tetapi dalam pembahasan kali ini akan mengkaji salah satu dari faktor tersebut yakni “Bahayanya Virus Fanatisme”.

Fanatisme merupakan penyakit umat yang paling berbahaya, jika ia sudah menjangkit pada tubuh umat, bisa dipastikan umat itu akan jatuh terpuruk dan akan terlempar jauh dari gemilangnya peradaban. Umat itu pun akan mengalami kesulitan untuk bangkit dan membangun kembali reruntuhan peradaban. Fanatisme tersebut sungguh menggambarkan bagaimana kefanatikan terhadap kesukuan dan membuat mereka terjebak dalam permusuhan dan peperangan yang berkepanjangan.

Fanatisme dalam kamus KBBI adalah keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran politik, agama, kesukuan dan sebagainya. Fanatisme tersebut setali 3 uang dengan kesombongan, maksudnya adalah orang fanatik maupun orang sombong sama-sama merasa kehebatan dan kesempurnaan yang hanya ada dalam diri dan kelompoknya saja. Sehingga akibat dari fanatisme ini sendiri adalah menutup rapat-rapat pintu kritik dan menolak kebenaran yang datang dari luar yang bukan dari golongan mereka.

Majalah Tebuireng

Sejarah juga mencatat, fanatisme pernah menghinggapi sebagian penganut madzhab-madzhab fikih yang berdamapak langsung pada produk-produk hukum yang dilahirkan. Masing-masing orang yang berkeyakinan dalam madzhab tidak bersedia untuk mengutip pendapat dari madzhab lain.

Fanatisme ini sendiri merupakan salah satu faktor dari munculnya hadis maudhu’ yakni hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad yang mengandung unsur mengada-ngada atau mengandung unsur kebohongan. Deskriminasi etnis dan kabilah serta untuk mengunggulkan madzhab tertentu baik fikih maupun kalam (pemikiran) ini menjadi timbulnya hadist maudhu’ tersebut. Alih-alih membuat dalil hadis yang mengatasnamakan Rasulullah demi memenangkan madzhabnya.

Sebagaimana salah satu contohnya adalah hadis yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda; “bahwasanya bahasa ahlul jannah (surga) adalah bahasa persia” hal ini merupakan perkataan yang mengada-ngada dan Rasulullah tidak pernah mengatakanya. Hadis tersebut bertujuan untuk mengantisipasi para kaum untuk segera berpihak kepada kabilah atau kesukuan Persia.

Di Indonesia, fanatisme pernah menjangkit sebagian pengikut organisai-organisasi keagamaan. Pada masa lalu fanatisme organisasi ini hampir saja merusak hubungan persaudaraan sesama umat Islam. Hingga para ulama pada zaman itu menjelaskan duduk persoalanya, bahwa hal-hal yang dipertentangkan oleh sebagian orang awam secara fanatis itu bukanlah persoalan akidah. Bahkan hanya persoalan cabang agama, yang pada hakikatnya memang terdapat pendapat yang beragam, dan pendapat-pendapat yang beragam itu sama-sama boleh diikuti.

Maka barisan fanatik dalam suatu organisasi sangat mudah tersulutkan amarahnya untuk dibenturkan dengan barisan fanatik dalam suatu organisasi yang lainya. Hingga terjadilah huru-hara antar organisasi. Perpecahan dan kehancuran umat pada giliranya membuat musuh-musuh Islam berjaya dengan cara yang teramat mudah dan menggelikan.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.