Gus SholahRibuan pesantren selama berabad-abad  telah memberi sumbangsih besar bagi pendidikan warga yang hidup  di wiayah nusantara. Banyak sekali pesantren, dengan di pimpin oleh pendiri Pesantren tebuireng, aktif dalam pergerakan kemerdekaan. Resolusi jihad adalah salah satu tonggak sejarah yang menjadi peran pesantren dan ulama itu.

Secara bertahap, terjadi perkembangan mendasar di dalam kehidupan kita sebagai buah dari kemerekaan,termasuk di dalam pendidikan. Kesepakatan antara Menetri Pendidikan. Kesepakatan antara menteri pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan Bahder johan dengan Menteri Agama Wahid Hasyim memulai langkah diakhirinya dikotomi pendidikan agama dan non agama. Banyak ulama menyekolahkan putra-putrinya  ke sekolah non-agama sampai ke tingakat perguruan tinggi.

Secara perlahan , dalam waktu yang puluhan tahun sebgian besar pesnatren mengalmi kemandengan, bahkan ada beberapa yang tutup. Banyak yang melakukan formulasi pendidikan dan tidak kurang yang mengalamai penurunan mutu dalam masalah pendidikan keagamaan.  Syukur masih ada sejumlah pesantren salaf besar yang mampu mempertahankan mutu, sesuatu yang menggembirakan dan perlu didukung.

Kita melihat kenyataan bahwa pendidikan formal ((non-agama dan agama) yang ada di Pensantren, secara umum mutunya sedang-sedang saja. Kalau kecendrungn ini terus berlanjut, maka sebagian besar siswa atau santri akan berada  pada posisi yang menguntungkan. Mereka tidak akan mampu ikut dalam persaingan terbuka di dalam pasar dalam negeri. Maka mayoritas umat Islam akan berada pada posisi lemah yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas sosial terganggu.

Alhamdullah, sebagian kecil sekolah formal non-agama yang didirikan oleh kelompok umat Islam yang sadar akan pentingnya pendidikan, berhasil meningkatkan mutu. Pendidikan agma dan no-agma di dalam pesantren harus berjalan seiring. Keduanya harus mendapatkan perhatian penuh, tidak boleh ada yang di abaikan. Bukan hanya mutu pengajaran Ilmu saja yang di tingkatkan, tetapi terutama pendidikan para santri menjadi manusia yang berakhlak, berkarakter, dan tangguh. Menjadia manusia yang jujur, disiplin, punya etos kerja yang baik, bertanggung jawab, menghargai watu, pecaya diri, hemat, cerdas emosi, spiritual dan intelektual. Manusia yang sadar bahwa dirinya adalah makhluk sosial, yang menghargai dan peduli terhadap orang lain, yang tidak mementingkan diri sendiri dan taat terhadap hukum.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menumbuhkan kebiasaan dan kegemaran membaca harus dilakukan di pesantren. Melatih siswa untuk menulis laporan dan mendidik mereka untuk kreatif perlu di lakukan dengan sungguh-sungguh. Kita harus serius menyiapkan generasi yang bersih dan unggul. Kebiasaan nyontek harus diperangi secara total. Perlu dilatih dengan sikap teliti, cermat, dan kebiasaan bekerja dengan baik dan tidak asal jadi. Berkomunikasi dengan baik dan berpikir positif harus dilatih di pesanntren. Kemampuan berbahasa inggris, arab, dan bahasa lain akan merupakan nilai plus.

Aset sesungguhnya dari bangsa  kita adalah manusia Indonesia. Merekalah yang menjadi tujuan dari didirikannya Negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukan UUD: mensejahtrakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pendidikan manusia Indonesia (dalam pengertian seperti di atas) yang bermutu dan merata, adalah syarat utama untuk membangun Indonesia.

Tampaknya kesadaran akan hal itu masih belum merata, baik di kalangan pengambil keputusan mauppun para pengelola pesantren itu sendiri. Para pengambil keputusan menganggap pendidikan keagaman itu kurang penting dan sebaliknya, para pengeloala pesantren menganggap pendidikan non-agama itu kurang penting. Para pemimpin menganggap masalah pendidikan amat penting hanya saat hal itu berkaitan dengan putra-putrinya sendiri.

Peran pesantren dalam tugas nasional yang mulia itu (pendidikan agama dan non-agama) bukanlah peran pembantu, tetapi salah satu peran utama. Sayangnya, sampai saat ini pesantren dan pendidikan agma masih dianaktirikan oleh pemerintah .sebagian besar madrasah (di atas 90% untuk ibtidaiyah) swasta, padahal pendidikan non-agama (di atas 90% untuk SD) sebagian besar di biayai pemerintah, pesantren sulit meningkatkan mutunya.

Pesantrn harus menjadi lembaga yang bisa memberi manfaat bagi masyarakat sekelilingnya. Pesantrn harus mampu menjadi jembatan antara warga masyarakat yang mampu disekeliling pesantren. Untuk itu, kemampuan pendanaan pesantren harus ditingkankan termasuk pengumpulan dana dari masyarakat  luas, hkususnya mereka yang mampu. Hal itu membutuhkan rasa percaya dari warga masyarakat terhadap pesantren. Tranparansi pengeloloan dana menjadi mutlak.

KH. Shalahuddin Wahid

Pengasuh Pesantren Tebuireng