Foto: Ghunniyatul Karimah
Foto: Ghunniyatul Karimah

Oleh: Ustadz Zaenal Karomi*

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bapak saya mau tanya, saya mau bertaubat di jalan Allah, tapi kenapa apa yang saya niatkan selalu gagal dan malah kehidupan saya kacau balau, tapi di hati kecil saya, saya ingin sekali hidup yang selalu melakukan kebaikan dan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, jadi saya mesti gimana?

-Iwan Shonata Meishie-

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jawaban:

Wa’alaikum salam Warahmatullah, terima kasih atas pertanyaan yang anda ajukan, semoga Allah selalu melimpahkan kita taufiq dan hidayah-Nya. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Taubat dari dosa yang telah diperbuat oleh seorang muslim dan saat itu juga ia sedang berusaha menuju kepada jalan Allah adalah perintah agama. Dalam Al Quran dijelaskan tentang dalam Surat At-Tahrim ayat 8, yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. At Tahrim: 8)

Hakikat taubat adalah memantapkan diri untuk bertaubat kepada-Nya dengan disertai perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan perbuatan akal, kemudian diikuti perbuatan hati, dan nantinya akan menghasilkan perbuatan tubuh dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar syariat, seperti penuturan Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah sebuah makna yang memiliki tiga faktor yaitu ilmu/pengetahuan, hati/keinginan dan amal. faktor tersebut memiliki kesinambungan yang erat.

Faktor Pengetahuan

faktor pertama adalah ilmu/pengetahuan. Yang tampak dalam pengetahuan manusia akan kesalahannya dan dosanya ketika ia melakukan kemaksiatan kepada-Nya, serta matanya terbuka sehingga ia dapat melihat kesalahan-kesalahan, melepaskan sumbatan dari telinganya sehingga ia dapat mendengar, dan mengusir kegelapan dari akalnya sehingga ia dapat berpikir. Pada saat itu ia akan mengetahui keagungan Allah, kemuliaan maqam-Nya dan kebesaran hak-Nya. Juga mengetahui kekurangan dirinya, mengapa ia mengikuti setan, serta kerugiannya yang jelas baik dunia maupun akhirat jika ia terus-menerus melakukan perbuatan yang melanggar syariat.

Saat itu, manusia butuh untuk memusatkan pikirannya, menggunakan akalnya, serta merenungi dalam dirinya tentang kesalahan-kesalahan yang ia perbuat, perjalanan dirinya selama ini, makna kehidupannya, kehidupan setelah kematian dan tentang nikmat Allah yang demikian besar baginya telah ia dustakan. Allah SWT akan menghidupkan cintanya dengan memberikan taufiq kepadanya walaupun Allah SWT tidak butuh kepadanya. Ia mendorong kemarahan Allah dengan melakukan maksiat, sedangkan ia adalah orang yang amat membutuhkan Allah, dan Allah tidak menutup pintu-Nya bagi hamba-hamba-Nya, meskipun mereka telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, dan Allah terus memanggil mereka:

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”. (QS. az-Zumar: 53)

Kesadaran jiwa adalah pangkal pertama bagi bangunan taubat. Dialah yang akan mendorong hati untuk menyesal, kemudian bertekad untuk meninggalkan dosa itu, lidahnya beristihgfar, kemudian tubuhnya mencegah dari melakukan dosa itu.

Faktor Hati dan Keinginan

Penyesalan pada diri

Penyesalan sebuah ungkapan untuk mewujudkan taubat. Karena penyesalan itu akan menghantarkan pada dua sikap yaitu tekada kuat dan meninggalkan perbuatan maksiat. Di dalam Al Quran telah didiskripsikan pada cerita tiga sahabat yang menyesali dirinya tidak mengikuti perang bersama Rasulullah SAW. Keterangan tersebut dijelaskan dalam surat Al-Taubah ayat 118, yang berbunyi:

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)

Artinya: Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat ) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. at-Taubah: 118)

Oleh karena itu, hakikat taubat laksana engkau merasakan bumi yang luas ini menjadi sempit karena dosamu, hingga engkau tidak dapat lari darinya, kemudian kesempitan itu engkau rasakan dalam dirimu.

Faktor Amal

Meninggalkan Kemaksiatan Secepatnya

Salah satu pokok dari taubat adalah meninggalkan kemaksiatan secepatnya. Suatu taubat tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu. Segera bertaubat dari dosa adalah kewajiban yang harus dilakukan segera, dan tidak boleh ditunda. Ketika ia menundanya maka ia bertambah dosa dengan penundaannya itu. Dan jika ia telah bertaubat dari dosa, maka masih ada dosa yang harus ia pintakan ampunannya, yaitu dosa menunda bertaubat. Tentang hal ini sedikit sekali dipikirkan oleh orang yang telah bertaubat. Malah ia menyangka jika ia telah bertaubat dari dosanya maka ia tidak memiliki dosa lagi selain itu, padahal ia tetap memiliki dosa, yaitu menunda taubatnya itu.

Yang paling berbahaya bagi orang yang melakukan maksiat adalah jika ia terus menunda-nunda taubat. Artinya, ia selalu berkata: nanti aku akan kembali menjadi orang yang benar, aku akan taubat, aku akan berhenti dari melakukan perbuatan ini dan itu.

Memperbanyak Istighfar

Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al Quran dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh. Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam al Quran dan hadits.

Al Quran menyampaikan kepada kita bahwa Rasul-rasul Allah yang diutus kepada bangsa-bangsa diperintahkan untuk ber-istighfar secara sendiri atau bersamaan. Seperti disebutkan Al Quran tentang Nabi Nuh dan dakwahnya kepada kaumnya:

“Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- , niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” [QS. Nuh: 10-12]

Mendekatkan dengan Orang-orang Shaleh

Orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu. Yang membuat ia terjatuh seperti mereka. Sehingga ia kemudian turut meminum minuman keras, berjudi, menggunakan obat bius, memperjual belikan barang yang haram, menerima sogokan, jatuh dalam tipu daya wanita, bekerja dengan musuh sebagai mata-mata, atau meninggalkan shalat serta mengikuti syahwat.

Oleh karena itu, ia harus mengganti teman-teman yang jahat itu dengan teman-teman yang baik. Yang dengan melihat mereka saja ia akan mengingat Allah SWT, pembicaraan mereka mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT, dan perbuatan mereka menunjukkan kepada jalan Allah SWT seperti mengikuti majlis keilmuan dan sebagainya. Walllahu a’lam


*Penggerak Bahtsul Masail Pesantren Tebuireng