Oleh: Lora H. Fawaid Abdullah*

Menyebut nama besar Hadratussyaikh, pasti tidak akan lepas dengan nama Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama atau disingkat NU.  Kedua nama ini bersimbiosis dalam perjalanan panjang sejarah bangsa ini. Walau keduanya berdiri terpaut cukup lama, Pesantren Tebuireng berdiri kisaran tahun 1899 dan Nahdlatul Ulama berdiri belakangan, tahun 1926. Tetapi, keduanya menjadi anak kandung Hadratussyaikh dan punya akar sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan konon, para pengurus NU di setiap tingkatan mulai PBNU, PWNU, PCNU, bahkan ditingkat kecamatan dan ranting NU banyak diisi oleh santri-santri Hadratussyaikh yang kala itu nyantri dan mondok di Pesantren Tebuireng. Mereka para santri yang sudah dianggap layak dan mumpuni oleh Hadratussyaikh, dikirim dan diminta pulang ke kampung atau daerah asalnya untuk “ngopeni” sekaligus menjadi pengurus NU di setiap tingkatan tersebut. Inilah yang sering saya sebut dengan sistem pengkaderan ala pesantren.

Pada zaman itu, seorang kiai, guru, maha guru atau disebut Hadratussyaikh ketika mendidik, menggembleng santri-santrinya tidak hanya dididik dan diajari ilmu agama dan kutubussalaf saja, tetapi jauh lebih dari itu, para santri Hadratussyaikh dibekali ilmu sosial, ekonomi, berhitung (aljabar), bahkan ilmu assiyaasah (politik) bahkan ilmu bela diri dan ilmu-ilmu kanuragan lainnya. Buktinya telah banyak dari tangan dingin beliau lahir para pemimpin dan pemangku umat yang luar biasa berpengaruh dan ikut terlibat dalam gerakan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sederetan nama-nama besar, seperti putra-putri beliau ada KH. A. Wahid Hasyim (Pahlawan Nasional, Ketua Masyumi pertama, Ayahanda Gus Dur), KH. Karim Hasyim, KH. Kholiq Hasyim, Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim, Nyai Hj. Khadijah Hasyim, KH. M. Yusuf Hasyim. Putra-putri beliau ini adalah bukti bahwa Hadratussyaikh adalah sosok yang mampu dan berhasil mendidik putra-putri beliau menjadi tokoh nasional yang sangat diperhitungkan di pentas nasional. Beliau bersama putra-putrinya adalah tokoh yang sangat berjasa ikut serta dalam mengantarkan cikal bakal berdirinya NKRI. Lalu dari deretan para santri beliau yang juga menjadi tokoh besar seperti KH. A Wahab Chasbullah, KH. M Bisri Syansuri, KH. Romli Tamim, KH. M. Ilyas, KH. Saifuddin Zuhri (Mantan Menteri Agama RI), KH. Ahmad Baidlowi, KH. Idris Kamali Cirebon yang akhirnya diambil menantu beliau, Mbah Kiai Adlan Aly (Pendiri PPP Walisongo Cukir), KH. Syansuri Badawi (Mantan Anggota DPR RI & Guru Besar di Pesantren Tebuireng) serta banyak lagi yang tidak bisa penulis sebut satu persatu di dalam tulisan ini karena keterbatasan kolom tulisan. Praktis semua nama-nama besar di atas, belakangan dari sosok beliau-beliau ini menyebarlah ilmu dan karomah Hadratussyaikh ke seantero penjuru Nusantara ini.

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin lebih khusus menyampaikan bahwa sosok Hadratussyaikh tidak hanya sebagai pemimpin sekaligus pendiri dan Roisul Akbar NU. Lebih dari itu,  produktivitas beliau dalam menulis dan mengarang berbagai Kitab sangatlah luar biasa. Karangan (tulisan) kitab beliau berserakan dimana-mana. Manuskrip karya beliau hampir saja punah dan tidak ter-urus dengan baik, sampai akhirnya sangat beruntung sekali, cucu beliau Almaghfurlah Gus Ishom Hadzik melacak dan mendokumentasikan kembali karya-karya Hadratussyaikh yang hampir “hilang” tersebut. Berkat keuletan dan kegigihan Gus Ishom, beberapa kitab karya Hadratussyaikh ditulis kembali sehingga menjadi koleksi dan sampai saat ini tersebar di penjuru Nusantara bahkan dunia. Beberapa karya Hadratussyaikh saat ini menjadi kurikulum wajib di berbagai pondok pesantren baik di Jawa, Madura dan Luar Jawa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setidaknya sudah ada 7 Kitab karya Hadratussyaikh yang berhasil dilacak dan diedit serta didokumentasikan secara rapi oleh Almaghfurlah Gus Ishom Hadzik, kitab-kitab tersebut adalah :

  1. Kitab Attibyaan (fin nahyi ‘an muqotho’athil arhaam wal aqoorib wal ikhwaan)
  2. Kitab Annuur Al Mubien (fiy mahabbati sayyidil mursalien)
  3. Kitab Tanbiehatul Waajibaat (liman yasna’u al maulid bin munkaraat)
  4. Kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah (fiy hadistil mautaa wa asyraatis saa’ah wa bayaani mafhuumissunnah wal bid’ah)
  5. Kitab Adaabul ‘Aalim wal Muta’allim (fiymaa yahtaaju ilaihi almuta’allim fiy ahwali ta’limihi wa maa yatawaqqafu ‘alaihi al mu’allim fiy maqaamaati ta’liemihi)
  6. Kitab Ziyaadatu Ta’lieqaat (‘alaa mandhuumati Assyaikh Abdullah bin Yaasiin al fasuruaniy)
  7. Kitab Dhaul Misbaah (fiy bayaani ahkaam an nikaah)

Lalu ada dua tambahan dua kitab tulisan karya Almaghfurlah Gus Ishom yang melengkapi koleksi karya kitab-kitab Hadratussyaikh, yaitu Kitab Miftaahul Falaah fiy ahaadiisti an nikaah dan Kitab Irsyaadul Mu’miniin iLaa Siyarati Sayyidil Mursalien wa man Tabi’ahu min Asshahaabati wat Taabi’ien.

Tujuh kitab Hadratussyaikh di atas ditambah dua kitab karya cucu beliau, Almaghfurlah Gus Ishom Hadzik adalah bukti betapa beliau produktif menulis kitab, konon saya pernah diceritai oleh salah satu keluarga Dalem Tebuireng, bahwa masih ada lagi manuskrip peninggalan karya tulisan Hadratussyaikh dalam bentuk kitab, tetapi karena Gus Ishom keburu dipanggil keharibaan Allah SWT dalam usia yang sangat relatif muda, karya-karya Hadratussyaikh yang lain yang masih berserakan dimana-mana belum sempat terlacak dan terdokumentasikan dengan baik, sebagimana 7 kitab karya Hadratussyaikh di atas.

Penting sekali saya tekankan dalam tulisan ini, bahwa Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari tidak hanya sebagai Pendiri sekaligus Roisul Akbar NU, karya beliau di atas dalam bentuk kitab tersebut sebagai bukti nyata dan tak terbantahkan sungguh sangat penting untuk kita dalami dan kita telaah kembali isinya secara detail dan komprehensif sebagai pijakan bagi umat Islam secara umum, warga NU dan kaum santri dimanapun berada. Berikut ini, saya coba eksplor sedikit tentang berbagai kitab karya Hadratussyaikh :

  • Kitab Attibyaan ini di dalamnya membahas tentang larangan memutus tali silaturahmi, memutus tali kerabat dan pertemanan, juga mencantumkan Muqaddimah Al Qanun Al Asasy “undang-undang dasar NU” serta Risalah di dalam berpegang teguh kepada Al Madzahib al Arba’ah, beberapa Nasehat Hadratussyaikh dan 40 Hadist yang menjadi pedoman dasar berdirinya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Kitab ini sangat penting dibuka, dibaca, ditelaah dan dijadikan rujukan oleh segenap warga NU. Rasa-rasanya segenap warga NU baik struktural maupun kultural (komunitas pesantren, kultural lainnya) penting sekali membuka kembali kitab Attibyaan karya Hadratussyaikh ini dan menjadikannya rujukan untuk melangkah berjuang dan mengabdi dari dan untuk NU, setidaknya NU tidak menjadi “rebutan” dan tarik menarik “kepentingan”.
  • Kitab Annuur al Mubien ini di dalam nya berisi tentang wajib beriman, taat dan mengikuti jejak dan nasehat Rasulullah Muhammad SAW untuk cinta kepada beliau, bagaimana para Ulama Salafusshaalih mencintai Nabi SAW, tanda-tanda mencintai, ta’dzim kepada Rasulullah, berisi juga tentang nasab keturunan Rasulullah serta beberapa nama beliau dan sebutan/gelar beliau, menerangkan tentang kelahiran, wafat beliau dan kedua orang tua beliau, permulaan sejarah munculnya tahun Hijriyyah, perempuan yang menyusui dan mengasuh kanjeng Nabi SAW menerangkan juga tentang para putra-putri, paman, istri, pelayan (khuddaam), budak, penjaga dan perawat kendaraan/tunggangan, juru adzan, sekretaris, beberapa gubernur dan diplomat Kanjeng Nabi. Menerangkan juga tentang berbagai akhlak dan perilaku Nabi SAW berbagai Mu’jizaat serta berziarah kepada Makam dan Masjid beliau. Penting diketahui bahwa di dalam kitab ini, Hadratussyaikh menulis satu bab khusus tentang Tawassul, Istighastah dan mohon syafa’aat kepada Kanjeng Nabi dan para Waliyullah serta hamba-hamba Allah yang saleh. Ini penting saya cantumkan dalam tulisan ini, untuk kita kaji bersama bahwa hukum Tawassul, Tasyaffu’, Istighastah sangat dianjurkan sebagai bentuk tabarruk (ngalap barokah). Di tengah merebaknya “penyakit” dan virus trans-impor ideologi yang belakangan menjangkiti warga NU dan rakyat Indonesia. Kiranya sangat perlu untuk membaca, mengkaji dan mengamalkan kembali dengan penuh keyakinan apa yang ditulis Hadratussyaikh dalam kitab ini.
  • Kitab At Tanbiehatul Waajibaat, kitab yang di tulis oleh Hadratussyaikh ini lebih spesifik membahas tentang Maulidurrosuul, peringatan maulid Nabi. Beliau membolehkan memperingati dan merayakan maulid Nabi dengan beberapa catatan antara lain: misalnya boleh melaksanakan dan merayakan maulid Nabi SAW. tetapi isi, model, bentuk perayaannya harus sesuai dengan syariat Islam, tidak berisi hal-hal yang munkar, berisi joget-joget, tarian, bercampur aduknya kaum laki dan perempuan.
  • Kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Hadratussyaikh dalam kitab ini menjelaskan tentang sunnah dan bid’ah, juga penjelasan tentang penduduk Jawa bermanhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, tentang munculnya berbagai bidah dan tersebarnya di bumi Jawa serta berbagai macam pengikut ahli bidah. Kitab ini juga menjelaskan tentang garis ulama Salafusshaalih, golongan mayoritas Ulama (assawaadhul a’dhom) serta pentingnya berpegang teguh kepada salah satu dari mazhab empat (Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), wajib taqlid bagi orang yang tidak mampu berijtihad, wajib berhati-hati di dalam memegang teguh agama dan mengambil ilmu, kitab ini juga menerangkan tentang berbagai hadis dan atsar tentang hilang dan diangkatnya ilmu serta munculnya kebodohan serta bermunculannya model-model baru berbagai hawa nafsu dan bid’ah yang dilakukan kebanyakan umat, serta munculnya tanda-tanda akan terjadinya kiamat. Di akhir bab dalam kitab ini Hadratussyaikh menulis terkait beberapa hadis tentang kematian mulai dari bagaimana memandikan, mengkafani, sampai mengubur mayat serta menjelaskan juga tentang kehidupan setelah mati dan kembalinya ruh ke dalam jasad.
  • Kitab Adaabul ‘Aalim Mutaallim; karya Hadratussyaikh ini lebih spesifik di dalamnya hanya membahas tentang keutamaan ilmu, ulama dan keutamaan orang yang menyampaikan ilmu, adab orang yang sedang belajar ilmu baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, adab orang yang sedang belajar ilmu kepada gurunya, adab Muta’allim (orang yang belajar ilmu) di dalam belajar dan berpegang teguh terhadap gurunya, adab orang yang ‘alim di dalam memberikan pelajaran ilmunya, adab orang ‘alim ketika bersama para muridnya, beberapa adab tentang berbagai kitab yang menjadi alat ilmu serta hal-hal yang terkait misalnya cara mendapatkan ilmu sampai berhasil, cara membawa kitab dan menulis kitab. Semua tulisan Hadratussyaikh dalam kitab ini telah menjadi rujukan dan menjadi kurikulum wajib di berbagai pesantren di seantero Nusantara.
  • Kitab Ziyaadatut Ta’liqaat; kitab ini lebih spesifik membahas tentang tulisan Hadratussyaikh ketika terjadi perdebatan sengit dengan Syaikh Abdullah bin Yasin Al Pasuruaniy, misalnya tentang makruhnya mengajar di depan perempuan/wanita, tentang memakai pakaian orang kafir itu haram, hukum membongkar bangunan masjid, mengetahui waktu gerhana sebelum datangnya gerhana itu hukumnya makruh, perdebatan tersebut juga berkisar juga tentang tidak bolehnya NU membuat hukum bolehnya melihat wanita lain yang bukan muhrim, serta beberapa hal kasus lain nya yang menjadi concern perdebatan beliau berdua. Tetapi yang mesti harus menjadi catatan bagi kita semua adalah perdebatan antara Hadratussyaikh dengan Syaikh Abdullah Yasin tersebut dilakukan dalam bingkai saling menghargai dan saling menjaga kesantunan serta saling menghormati. Inilah yang jarang sekali kita temukan belakangan ini. Mestinya ini menjadi contoh kita bersama untuk saling menghargai dan menjaga kesantunan ketika terjadi perbedaan, dalam pandangan hukum sekalipun.
  • Kitab Dhaul Misbah; tulisan Hadratussyaikh dalam kitab ini lebih spesifik membahas tentang hukum nikah dan rukun-rukunnya. Dilanjutkan pembahasannya oleh Alamghfurlah Gus Ishom Hadzik dalam tulisan beliau sendiri yang diberi nama Kitab Miftahul Falaah yang khusus membahas berbagai macam hadis tentang pernikahan dan hukum-hukum di dalam pernikahan, lalu ditambah lagi dengan tulisan beliau Almaghfurlah Gus Ishom menulis kitab dan diberi nama: Kitab Irsyaadul Mukminin yang membahas sejarah dan kelahiran Rasulullah serta masa pertumbuhannya, sifat pemberani dan kedermawanan serta suka menolong, tentang zuhud dan ketaqwaan beliau, tentang sifat pemaaf dan selalu berbuat baik, tentang sifat shiddiq (jujur) dan selalu tepat janji, tentang persatuan dan persahabatan beliau, tentang cinta beramal dan tidak suka banyak omong/bicara. Kitab karya Almaghfurlah Gus Ishom ini juga menjelaskan tentang beberapa nama Rasulullah yang baik dan indah, sempurnanya sifat dan akhlak Rasulullah SAW. juga menjelaskan tentang sejarah Ulama Assalafusshaalih serta bagaimana kita mengikutinya. Di akhir tulisannya, beliau Almaghfurlah Gus Ishom menulis tentang sikap kepahlawanan dan pengorbanan serta bagaimana seharusnya menepati janji dan menjaga kepercayaan yang diamanahkan kepada pribadi seseorang, mendahulukan kepentingan orang yang lebih membutuhkan serta memberikan maaf ketika dalam kondisi menang dan selalu menolong orang yang teraniaya/terzolimi, juga menjelaskan tentang akhlak ulama salaf serta bagaimana mereka bersama Allah SWT di dalam kehidupannya, tentang kesenangannya para ulama ketika mencari ilmu serta sikap tawadhu’, saling hormat menghormati diantara mereka serta menjelaskan juga tentang sikap persaudaraan dikalangan mereka.

Setelah kita membaca secara detail penjabaran kitab-kitab karya Hadratussyaikh di atas, sangatlah layak kalau beliau mendapat gelar Maha Guru atau sebutan Hadratussyaikh. Ulama Superstar Nusantara Pendiri Pesantren Tebuireng dan sekaligus Pendiri serta Roisul Akbar NU ini telah terbukti menjadi rujukan ilmu dan pencetak ulama. Sehingga Nusantara ini menjadi bangsa negara yang dicita-citakan bersama menjadi bangsa yang “Baldatun Thayyibatun wa Robbun Ghafuur.  Sesuai hasil Muktamar NU di Banjarmasin bahwa Indonesia ini telah final menjadi “Daar as Salaam” bukan “Daar al Islaam”. NU yang beliau dirikan bersama para ulama lain seperti KH. Wahab Chasbullah Tambak Beras Jombang, KH. Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH. Abdullah, KH. Mas Alwi dan para kiai lain sampai detik menjadi perekat umat, pengawal dan penjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia); hampir sebagian besar tokoh-tokoh kaliber nasional muncul dan berasal dari Jombang.

Bahkan kalau boleh saya berandai-andai, andai NU tidak ada dan tidak lahir di bumi Nusantara ini, bisa jadi NKRI juga tidak akan lahir? Andai Hadratussyaikh tidak mencetuskan Resolusi Jihad, mungkin NKRI tidak akan lahir? Untuk itu sangatlah penting kita semua sebagai santri dan pengikut Hadratussyaikh menjaga NU, mengembalikan NU kepada khittah-nya, dan merawatnya dengan baik. Mari berbondong-bondong menciptakan rasa “eman” dan “ngopeni NU” dengan ikhlas tulus mengabdi dan berjuang untuk kebesaran dan kejayaan NU. Bukan sebaliknya “mencari hidup” di dalam NU. Demikian tulisan singkat saya ini, semoga bermanfaat, baarokallah fiekum wa ahlikum ajma’ien.[]


*Penulis adalah Alumni Pesantren Tebuireng, Mantan Ketua Umum IKAPETE (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng) Jatim; saat ini menjadi Pengasuh & Khuwaidimul iLmi wal Ma’had di Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura

*Tulisan ini dimuat di Majalah Tebuireng edisi 34 khusus Muktamar ke-33 NU Juli-Agustus 2015, dimuat ulang untuk kepentingan pendidikan.