Foto penulis

Oleh: M. Rizki Syahrul Ramadhan

Yusuf merupakan seorang rasul yang diceritakan secara mewah dalam Al Quran. Cerita beliau dimuat dalam satu surat penuh, berbeda dengan Musa dan rasul lain yang diceritakan dalam ayat dan surat yang terpisah. Dalam surat ke-12 dari Al Quran tersebut, setidaknya terdapat satu hal yang digemari oleh pembaca Al Quran, yaitu drama Yusuf-Zulaikhah. Namun artikel ini tidak berniat membahas drama tersebut, melainkan hendak membahas sisi lain yang tidak kalah menarik dari cerita beliau, yaitu ilmu ekonomi Yusuf.

Al Qur’an bercerita bahwa pada masa Mesir klasik terdapat seorang rasul bernama Yusuf yang hidup bersama salah satu fir’aun Mesir. Fir’aun berarti pemimpin/raja. Ketika itu Mesir terancam krisis pangan sedangkan Yusuf adalah seorang pengurus pemerintahan Mesir. Oleh karenanya, Yusuf harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi untuk menyelamatkan Mesir dan daerah sekitarnya dari kelaparan massal.

Sebelum krisis terjadi, Yusuf –sebagai seorang nabi sekaligus rasul yang memiliki jalur komunikasi khusus dengan Tuhan– mampu memahami gejala yang terjadi. Yusuf paham bahwa Mesir sedang menghadapi ketidakstabilan alam dan akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi serta kelaparan massal jika dibiarkan begitu saja. Benarlah dugaan Yusuf. Mesir dan sekitarnya mengalami puncak kesuburan dan hasil panen melimpah selama tujuh tahun berturut-turut, lantas kesuburan itu hilang dan berganti paceklik selama tujuh tahun berturut-turut juga.

Selama masa kesuburan, Yusuf melakukan penyuluhan tentang beberapa hal yang bisa menyelamatkan masyarakat dari kelaparan massal. Menurut Dr. Sa’id Marthan dalam kitabnya yang berjudul Madkhalu li al-Fikri al-Iqtishadiyi fi al-Islami, setidaknya terdapat tiga hal penting dari penyuluhan tersebut. Pertama, Yusuf menjelaskan pentingnya menabung hasil panen, terutama makanan pokok masyarakat yang ketika itu adalah gandum. Cara menabung gandum yang disuluhkan oleh Yusuf adalah dengan tidak memutus biji gandum dari tangkainya agar gandum tidak mudah membusuk dan rusak.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kedua, Yusuf melakukan ajakan untuk mengendalikan tingkat konsumsi. Yusuf mengarahkan masyarakat agar berhemat dan memanfaatkan makanan sebaik mungkin. Ketiga, Yusuf menginginkan dibangunnya lumbung umum oleh pemerintah yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan makanan selama masa ketidakstabilan. Selain membangun lumbung, pemerintah juga diminta untuk mengatur dan mengelola lumbung tersebut seefisien mungkin.

Hasilnya, ketika paceklik menimpa daerah Mesir dan sekitarnya, kebijakan-kebijakan yang dilakukan Yusuf menuai hasilnya. Masyarakat terbebas dari kelaparan massal dan Mesir menjadi negara termakmur dibandingkan dengan negara-negara lain di sekitarnya. Selain sukses memakmurkan masyarakatnya, Mesir juga menolong negara-negara lain yang sedang krisis.

Cerita epic yang disuguhkan dalam Al Quran tentang Yusuf bukanlah sesuatu yang remeh. Dalam cerita itu setidaknya terdapat teladan nyata yang diinformasikan Tuhan lewat figur utusan-Nya. Menurut Mana’ al-Qathan dalam kitabnya yang berjudul Mabahis fi ‘Ulumi al-Qur’ani, salah satu tujuan Al Quran memuat cerita adalah memberikan pengajaran yang bisa merasuk kepada pembacanya. Beliau menulis “Nasihat yang disampaikan tanpa variasi tidak akan mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan terwujud dengan jelas tujuannya.”

Cerita Yusuf yang dibahas di atas juga termasuk apa yang dimaksud oleh Mana’ al-Qathan. Segala perjuangan Yusuf dalam menghadapi ketidastabilan cuaca dan ekonomi memberikan pengajaran kepada pembaca Al Quran tentang pentingnya berjuang menghadapi segala masalah yang ada bagi siapapun, terutama bagi pemegang kebijakan, lebih khusus lagi dalam menghadapi masalah ekonomi. Permasalah ekonomi bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Terlebih jika memperhatikan kondisi ekonomi umat Islam mutakhir yang rata-rata menengah ke bawah.

Tentang sistem dan cara mengatasi masalah ekonomi, Islam tidak menentukan konsep rincinya. Islam hanya menetapkan acuan global aktivitas ekonomi, yaitu tetap berlandaskan Tauhid dan tidak berbuat dzalim. Umat Islam diberi wewenang untuk berkreasi menentukan sistem yang cocok bagi dirinya. Di masa awal Islam, aktivitas ekonomi masih sederhana. Seiring meluasnya interaksi budaya, aktivitas ekonomi umat Islam mengalami perkembangan, adopsi, dan modifikasi hingga tercatat bahwa umat Islam berhasil menemukan “sistem keseimbangan neraca” yang dipakai dalam akutansi dasar saat ini. Maka saat ini umat Islam juga harus berkreasi guna menghadapi masalah ekonomi yang dihadapi. Seperti yang telah dicontohkan dalam cerita Nabi Yusuf ‘alaihi al-salamu.


*Mahasantri Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari.